Selasa, 21 Mei 2013

GANGGUAN HAID: DISMENORE


BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Menstruasi adalah pelepasan dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan pendarahan dan terjadi secara berulang setiap bulan kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi merupakan pertanda masa reproduktif pada kehidupan seorang wanita, yang dimulai dari menarka sampai menopause. Menstruasi adalah wanita dewasa yang sehat dan tidak hamil yang setiap bulan secara teratur mengeluarkan darah dari alat kandungannya.
Menstruasi bisa menjadi salah satu pertanda bahwa seseorang perempuan sudah memasuki masa suburnya, karena secara fisiologis menstruasi terdiri sebagian besar darah sekitar 2/3. Sisanya 1/3 adalah lendir, pecahan-pecahan lapisan uterus dan sel-sel dari lapisan vagina. Darah menstruasi berbeda dari sirkulasi darah yang melalui tubuh vagina yang terdiri lebih banyak zat kapur dan tidak memiliki kemampuan untuk membeku,karena darah tersebut harus melalui leher rahim dan mengalir keluar dari tubuh tanpa mengumpal. Mikroorganisme yang berada dalam mens yang bisa menginfeksi tubuh wanita jika mereka mens tersebut tidak dibuang keluar dari uterus.
Berdasarkan uraian di atas, penulis akan membahas mengenai gangguan menstruasi yaitu Disminore.












B.       TUJUAN
1.      Tujuan Umum
Mahasiswa memahami gangguan menstruasi dan asuhan keperawatannya.

2.      Tujuan Khusus
a.     Mahasiswa mampu memahami pengertian gangguan haid
b.    Mahasiswa mampu memahami klasifikasi haid yang tidak normal.
c.     Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Dismenore
d.    Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi Dismenore
e.     Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis Dismenore
f.     Mahasiswa mampu menjelaskan pathway Dismenore
g.    Mahasiswa mampu menyebutkan komplikasi Dismenore
h.    Mahasiswa mampu mengimplementasi asuhan keperawatan pada pasien Dismenore













BAB II
TINJAUAN TEORI
A. GANGGUAN HAID ATAU MENSTRUASI
              Haid adalah darah yang keluar dari rahim perempuan sehat, lamanya 3-6 hari, dengan siklus sekitar 25-31 hari sekali, warna kecoklatan, ganti pembalut 2-5 kali/hari, dan terjadi akibat penurunan kadar hormon progesteron pada siklus haid yang berovulasi.
     B. KLASIFIKASI HAID YANG TIDAK NORMAL
1. Berdasarkan siklusnya:
     a. Haid yang terlalu sering dengan interval < 21 hari disebut Polimenorrhea.
     b. Haid terlalu jarang dengan interval > 35 hari disebut Oligomenorrhea.
     c. Tidak terjadi haid disebut Amenorrhea.
     d. Perdarahan bercak (spotting) yag terjadi prahaid, petengahan siklus, dan pasca haid.

2. Berdasarkan banyaknya darah yang keluar:
a. Bila darah terlalu banyak keluar disebut Hipermenorrhea dengan ganti pembalut > 6x perhari.
b. Bila darah haid keluar terlalu sedikit disebut Hipomenorrhea dengan ganti pembalut < 2x perhari.
c. Perdarahan spotting

3. Berdasarkan lama darah haid yang keluar (normalnya 3-6 hari):
     a. Bila lama darah haid yang keluar, lebih dari 6 hari disebut Menorragia.
     b. Bila lama darah haid yang keluar < 3 hari disebut Brakimenorrhea.

4. Perdarahan bercak (spotting) prahaid, pertengahan siklus, dan pasca haid.
             
     Gangguan haid dan perdarahan menyerupai haid yang terjadi di luar siklus haid normal disebut Metroragia.


          C. DISMENORE
1.    Definisi
Dismenore adalah perasaan nyeri pada waktu haid dapat berupa kram ringan pada bagian kemaluan sampai terjadi gangguan dalam tugas sehari-hari. Gangguan ini ada dua bentuk yaitu dismenorre primer dan dismenorre sekunder.
Dismenore (nyeri haid) merupakan gejala yang timbul menjelang dan selama mentruasi ditandai dengan gejala kram pada abdomen bagian bawah (Djuanda Adhi dkk, 2008).
Dismenore dibedakan menjadi 2 jenis yaitu Dismenore Primer dan Dismenore Sekunder.  Dismenorre primer yaitu nyeri haid yang terjadi tanpa terdapat kelainan anatomis alat kelamin. Dismenore primer timbul beberapa waktu setelah menarche (> 12 tahun) dengan gejala mules pada perut bawah, menyebar ke pinggang, paha, mual, muntah, sakit kepala, diare.
Dismenorre sekunder adalah nyeri haid yang berhubungan dengan kelainan anatomi yang jelas, kelainan anatomis ini kemungkinan adalah haid disertai infeksi, endometriosis, mioma uteri, polip endometrial, polip servik, pemakai IUD atau AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim). Dismenore sekunder merupakan dismenore yang disebabkan oleh kelainan ginekologis, oleh karena endometriosis, salpingitis, mioma uteri, dll.

2.    Etiologi
Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha.
·      Penyebab Dismenore Primer:
a.    Faktor endokrin
Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus luteum. Menurut Novak dan Reynolds, hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus.

b.    Kelainan organik
seperti: retrofleksia uterus, hipoplasia uterus, obstruksi kanalis servikalis, mioma submukosum bertangkai, polip endometrium.

c.    Faktor kejiwaan atau gangguan psikis
seperti: rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik dengan kewanitaannya, dan imaturitas.

d.   Faktor konstitusi
seperti: anemia, penyakit menahun, dsb dapat memengaruhi timbulnya dismenore.

e.    Faktor alergi
Menurut Smith, penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut riset, ada asosiasi antara dismenorea dengan urtikaria, migren, dan asma bronkiale.

·      Penyebab Dismenore Sekunder
a. infeksi : nyeri sudah terasa sebelam haid.
b. myoma submucosa, polyp corpus uteri: nyeri bersifat kolik.
c. endometriosis: nyeri disebabkan tekanan oleh tumor atau perlekatan. Nyeri masih ada setelah haid berhenti.
d. retroflexio uteri fixata.
e. gynatresi.








     3. Manifestasi Klinis
NO
DISMENORE PRIMER
DISMENORE SEKUNDER
1
Usia muda (sebelum berusia 25 tahun)
Usia lebih tua (setelah berusia 25 tahun)
2
Timbul setelah terjadinya siklus haid yang teratur
Cenderung timbul setelah 2 tahun siklus haid teratur
3
Sering pada nulipara
Tidak berhubungan dengan paritas
4
Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik
Nyeri sering terasa terus-menerus dan tumpul. Nyeri dimulai saat haid dan meningkat bersamaan dengan keluarnya darah
5
Tidak dijumpai keadaan patologik pelvik
Berhubungan dengan kelainan pelvik
6
Hanya terjadi pada siklus haid anovulatorik.
Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi
7
Sering disertai mual, muntah, kelelahan, low back pain, dan nyeri kepala
Sering disertai demam (adanya proses inflamasi)

              4. Komplikasi
a.    Syok
b.    Hilang kesadaran






ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN HAID
1.    PENGKAJIAN
a.    Biodata klien
Umur               : pasien berada dalam usia masa menstruasi
Pendidikan      : pendidikan pasien sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan pasien mengenai menstruasi
Pekerjaan        : pekerjaan pasien (kegiatan rutinitas pasien) juga mempengaruhi terjadinya gangguan menstruasi

b.    Alasan MRS
Keluhan utama
Merasakan nyeri yang berlebihan ketika haid pada bagian perut disertai dengan mual muntah, pusing dan merasakan badan lemas.

c.    Riwayat haid
Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus haid.

d.   Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang dijalaninya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh berulang–ulang.

e.    Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti yang pasien alami.

g. Data fungsional (Gordon, 2000)
1.    Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus Dismenore akan timbul ketakutan karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi/ pengetahuan mengenai Dismenore.


2.   Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada umumnya klien dengan dismenorre mengalami penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan.

3.   Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.

4.   Pola Tidur dan Istirahat
Klien dengan disminorre mengalami nyeri pada daerah perut sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum).

5.   Pola Aktivitas
Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan disminorre di anjurkan untuk istirahat.

6.   Pola Hubungan dan Peran
Klien tidak akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien tidak harus menjalani rawat inap.

7.   Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada kasus Dismenore akan timbul ketakutan karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi/ pengetahuan mengenai Dismenore.



8.   Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien Dismenore, daya rabanya tidak terjadi gangguan, sedangkan pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Namun timbul rasa nyeri pada perut bagian bagian bawah.

9.   Pola Reproduksi Seksual
Kebiasaan penggunaan pembalut sangat mempengaruhi terjadinya gangguan menstruasi.

10.     Pola Penanggulangan Stress
Pada klien Dismenore timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu mengenai adanya kelainan pada sistem reproduksinya.

11.  Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien Dismenore tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

h.   Pemeriksaan fisik pada pasien Dismenore
1.   Rambut  : warna rambut, jenis rambut, bau nya, apakah ada luka lesi/ lecet.
2.   Mata       : skleranya tidak ikterik, konjungtiva anemis, palpebra tidak oedema, fungsi penglihatan nya baik.
3.   Mulut     :  mukosa bibir klien kering.
4.   Payudara            : adanya nyeri di sekitar payudara pasien selama menstruasi.
                   
2. Diagnosa Keperawatan
a.    Nyeri akut berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen dalam jaringan.
b.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri haid.
c.     Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, diare sekunder.
d.   Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai gangguan menstruasi.
3. Intervensi Keperawatan
a.    Nyeri akut b.d. kurangnya suplai oksigen dalam jaringan
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang
Kriteria hasil :
1. Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi
2. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri
3. skala nyeri ringan.

Intervensi :
1)      Jelaskan kepada pasien bahwa olahraga itu penting dalam menurunkan rasa nyeri dismenore.
Rasional: Menurut Fajaryati (2012), Pendekatan dengan menggunakan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Tingkat dismenore primer yang melakukan olahraga teratur mempunyai skala nyeri sedang (50%), yang tidak melakukan olahrga secara teratur mempunyai skala nyeri sedang (55,6%).

2)      Ajarkan penggunaan kompres hangat
Rasional: Meringankan kram abdomen. Panas bekerja dengan pedoman meningkatkan vasodilatasi dan otot relaksasi,saat menurnnya iskemic uterus.

3)      Ajarkan senam dismenorre
Rasional: Menurut Astuti (2009), Teknik relaksasi merupakan salah satu teknik dalam memberikan kondisi yang nyaman dan rileks pada remaja saat mengalami dismenore dengan melakukan senam dismenorre gerakan sederhana minimal selama 3 hari sebelum relaksasi setiap pagi atau sore hari. Diharapkan senam tersebut memberikan efek dalam mengurangi dan mencegah dismenorre, karena senam dapat menyebabkan tubuh menjadi rileks dengan menghasilkan horman endorphin. Hormon ini berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi dalam tubuh untuk mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi.

4)      Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
Rasional: Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.

5)      Lakukan masase Effleurage.  
Rasional: Menurut Ekowati dkk (2008), masase Effleurage dapat mengurangi nyeri dismenore.
1. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas nyeri pada kelompok perlakuan sebelum dilakukan masase teknik effleurage pada abdomen dengan menggunakan skala nyeri 0 – 10 diperoleh bahwa sebagian besar subyek penelitian mengalami nyeri berat dan sisanya mengalami nyeri sedang. Sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar subyek penelitian mengalami nyeri sedang.
2. Hasil pengukuran intensitas nyeri setelah dilakukan masase teknik effleurage pada abdomen dengan mengguanakan skala nyeri 0 – 10 diperoleh sebagian besar subyek penelitian mengalami penuruann nyeri dan sebagian kecil tidak mengalami penurunan nyeri.
3. Setelah dilakukan uji statistik t-test independen diperoleh hasil bahwa masase teknik effleurage pada abdomen dapat menurunkan intensitas nyeri dismenore primer.

6)      Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
Rasional: Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.

7)      Anjurkan menurunkan masukan sodium selama seminggu sebelum mens Rasional: Mengurangi resiko retensi cairan.

8)      Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung.
Rasional: Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

9)      Observasi ulang tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 – 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 – 2 hari.
Rasional: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

10) Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik rofecoxib dan valdecoxib. Rasional: Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang. Kontrasepsi oral dapat diberikan jika klien menginginkan kontrasepsi sebagai pembebas nyeri.OC’s mencegah ovulasi, menurunkan jumlah darah haid, yang mengurangi jumlah prostaglandin dan dysmenorrhea.
     OAINS dan penghambat spesifik COX-2 bekerja dengan mengurangi aktivitas cyclooxygenase sehingga menghambat produksi prostaglandin, sedangkan kontrasepsi oral bekerja dengan mengahmabat terjadinya ovulasi. Penghambat spesifik COX-2 yang sudah dilaporkan adalah rofecoxib dan valdecoxib. Pada pemberian kontrasepsi oral dosis rendah menunjukkan perbaikan dismenore dihubungkan dengan rasa nyeri yang terjadi.

b.      Intoleran aktifitas b/d nyeri haid
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan pasien menunjukan perbaikan intoleransi aktifitas.
kriteria hasil : Pasien dapat melakukan aktivitas Intervensi

Intervensi:
1)      Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat membuat lelah, berikan istirahat yang cukup.
Rasional: Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress dan meningkatkan kenyamanan.

2)      Berikan istirahat cukup dan tidur 8 – 10 jam tiap malam.
Rasional: istirahat cukup dan tidur cukup menurunkan kelelahan dan meningkatkan resistensi terhadap infeksi.
Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Beberapa ahli berpendapat bahwa tidur diyakini dapat memulihkan tenaga karena tidur karena tidur memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan berikutnya (Potter, 2005).
Tercukupinya kebutuhan tidur bisa membuat seseorang aktif dan fresh dalam menjalakan aktivitasnya. Tercukupi di sini lebih pada persoalana kualitas daripada kuantitas. Artinya, orangnya tidur 5 jam atau kualitasnya bagus, lebih baik daripada orang yang tidurnya 7 jam tapi kualitasnya jelek. Kebutuhan tidur sangat tergantung usia, aktifitas, dan pekerjaan seseorang (Aman, 2005).

3)      Observasi ulang tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat   analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 – 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 – 2 hari.
Rasional: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

c.    Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, diare sekunder
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharakan pasien menunjukkan perbaikan nutrisi.
Kriteria hasil : mual muntah teratasi.
Intervensi:
1)      Timbang BB setiap hari
Rasional : agar dapat mengetahui perubahan berat badan setiap harinya.

2)      Pantau hasil lab
Rasional : memntau perubahan nilai hasil lab.

3)      Jelaskan pentingnya nutrisi adekuat
Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan berat badan.

4)      Beri suasana menyenangkan saat makan
Rasional : dapat meningkatkan nafsu makan.

5)      Beri porsi kecil tapi sering
Rasional : mengurangi rasa mual dan muntah yang timbul saat makan

6)      Beri makanan dengan protein dan kalori yang tinggi
Rasional : meningkatkan asupan energi

d.      Ansietas b.d. kurang pengetahuan mengenai gangguan menstruasi
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan kecemasan menurun Kriteria hasil : Pasien tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya
Intervensi:
1)      Jelaskan prosedur yang diberikan dan ulangi dengan sering
Rasional : Informasi memperkecil rasa takut dan ketidaktauan.

2)      Anjurkan orang terdekat berpartisipasi dalam asuhan  
Rasional: Meningkatkan perasaan berbagi.

3)      Anjurkan dan berikan kesempatan pada pasien untuk mengajukan pertanyaan dan menyatakan masalah
Rasional: membuat perasaan terbuka dan bekerja sama.

4)      Singkirkan stimulus yang berlebihan 
Rasional: memberi lingkungan yang lebih tenang.

5)      Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi terbimbing
 Rasional: pengalihan perhatian selama episode asma dapat menurunkan
                             ketakutan dan kecemasan.

6)      Informasikan tentang perawatan, dan pengobatan
Rasional: menurunkan rasa takut dan kehilangan control akan dirinya.

7)      Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

8)      Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ ansietas.

9)      Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor dismenore.
Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.







EVALUASI
1.      Pasien dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri,  skala nyeri ringan.
2.      Pasien dapat melakukan aktifitas  
3.      Pasien tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya
4.      Pasien tahu, mengerti, dan patuh dengan program terapeutik dengan kriteria hasil Ps mengerti tentang penyakitnya dan apa yang mempengaruhinya.

















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dismenore adalah perasaan nyeri pada waktu haid dapat berupa kram ringan pada bagian kemaluan sampai terjadi gangguan dalam tugas sehari-hari. Gangguan ini ada dua bentuk yaitu dismenorre primer dan dismenorre sekunder. Faktor endokrin, kelainan organik, faktor alergi, faktor kejiwaan atau psikis seseorang juga sangat mempengaruhi terjadinya Dismenorre.
Diagnosa yang dapat ditegakkan pada kasus Dismenorre yaitu Nyeri akut berhubungan dengan gangguan menstruasi, Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri dismenore, Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, diare sekunder, dan juga Ansietas berhubungan dengan inefektif koping individu
B. Saran
Kita sebagai Perawat dapat memberikan tindakan keperawatan yang sesuai bagi pasien denga dismenore dan lebih memahami berbagai tindakan keperawatan tersebut sebelum diterapkan kepada pasien.









DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

I Putu Juniartha Semara Putra, 2012. Laporan Pendahuluan Gangguan Haid Dismenore. http://maternitas-askep.blogspot.com/
(dipostkan oleh I Putu Juniartha Semara Putra pada 15 Desember 2012)
1. Doenges, Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC
2. Smeltzer, Suzanne C, dkk. Keperawatan Medikal Bedah vol. 2. 2001. Jakarta : EGC
3. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi vol. 2. 2005. Jakarta : EGC
4. Carpenito-Moyet, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawartan. 2006.Jakarta : EGC