BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Menstruasi adalah pelepasan dinding
rahim (endometrium) yang disertai dengan pendarahan dan terjadi secara berulang
setiap bulan kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi merupakan pertanda masa
reproduktif pada kehidupan seorang wanita, yang dimulai dari menarka sampai
menopause. Menstruasi adalah wanita dewasa yang sehat dan tidak hamil yang
setiap bulan secara teratur mengeluarkan darah dari alat kandungannya.
Menstruasi bisa menjadi salah satu
pertanda bahwa seseorang perempuan sudah memasuki masa suburnya, karena secara
fisiologis menstruasi terdiri sebagian besar darah sekitar 2/3. Sisanya 1/3
adalah lendir,
pecahan-pecahan lapisan uterus dan sel-sel dari lapisan vagina. Darah
menstruasi berbeda dari sirkulasi darah yang melalui tubuh vagina yang terdiri
lebih banyak zat kapur dan tidak memiliki kemampuan untuk membeku,karena darah
tersebut harus melalui leher rahim dan mengalir keluar dari tubuh tanpa
mengumpal. Mikroorganisme yang berada dalam mens yang bisa menginfeksi tubuh
wanita jika mereka mens tersebut tidak dibuang keluar dari uterus.
Berdasarkan uraian di atas,
penulis akan membahas mengenai gangguan menstruasi yaitu Disminore.
B.
TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa memahami gangguan menstruasi dan asuhan keperawatannya.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian gangguan haid
b. Mahasiswa mampu memahami klasifikasi haid yang tidak normal.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Dismenore
d. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi Dismenore
e. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis Dismenore
f. Mahasiswa mampu menjelaskan pathway Dismenore
g. Mahasiswa mampu menyebutkan komplikasi Dismenore
h. Mahasiswa mampu mengimplementasi asuhan keperawatan pada pasien Dismenore
BAB
II
TINJAUAN TEORI
A. GANGGUAN
HAID ATAU MENSTRUASI
Haid adalah darah yang keluar dari
rahim perempuan sehat, lamanya 3-6 hari, dengan siklus sekitar 25-31 hari
sekali, warna kecoklatan, ganti pembalut 2-5 kali/hari, dan terjadi akibat
penurunan kadar hormon progesteron pada siklus haid yang berovulasi.
B. KLASIFIKASI HAID YANG TIDAK NORMAL
1. Berdasarkan siklusnya:
a. Haid yang terlalu sering dengan interval
< 21 hari disebut Polimenorrhea.
b. Haid terlalu jarang dengan interval >
35 hari disebut Oligomenorrhea.
c. Tidak terjadi haid disebut Amenorrhea.
d. Perdarahan bercak (spotting) yag terjadi prahaid, petengahan siklus, dan pasca haid.
2. Berdasarkan banyaknya
darah yang keluar:
a.
Bila darah terlalu banyak keluar disebut Hipermenorrhea
dengan ganti pembalut > 6x perhari.
b.
Bila darah haid keluar terlalu sedikit disebut Hipomenorrhea dengan ganti pembalut < 2x perhari.
c.
Perdarahan spotting
3. Berdasarkan lama
darah haid yang keluar (normalnya 3-6 hari):
a. Bila lama darah haid yang keluar, lebih
dari 6 hari disebut Menorragia.
b. Bila lama darah haid yang keluar < 3
hari disebut Brakimenorrhea.
4. Perdarahan
bercak (spotting) prahaid,
pertengahan siklus, dan pasca haid.
Gangguan haid dan perdarahan menyerupai
haid yang terjadi di luar siklus haid normal disebut Metroragia.
C. DISMENORE
1.
Definisi
Dismenore adalah perasaan nyeri pada
waktu haid dapat berupa kram ringan pada bagian kemaluan sampai terjadi
gangguan dalam tugas sehari-hari. Gangguan ini ada dua bentuk yaitu dismenorre
primer dan dismenorre sekunder.
Dismenore (nyeri haid) merupakan
gejala yang timbul menjelang dan selama mentruasi ditandai dengan gejala kram
pada abdomen bagian bawah (Djuanda Adhi dkk, 2008).
Dismenore dibedakan menjadi 2 jenis yaitu Dismenore Primer dan Dismenore
Sekunder. Dismenorre primer yaitu nyeri haid
yang terjadi tanpa terdapat kelainan anatomis alat kelamin. Dismenore primer
timbul beberapa waktu setelah menarche (> 12 tahun) dengan gejala mules pada perut
bawah, menyebar ke pinggang, paha, mual, muntah, sakit kepala, diare.
Dismenorre
sekunder adalah nyeri haid yang berhubungan dengan kelainan anatomi yang jelas,
kelainan anatomis ini kemungkinan adalah haid disertai infeksi, endometriosis,
mioma uteri, polip endometrial, polip servik, pemakai IUD atau AKDR (alat
kontrasepsi dalam rahim). Dismenore sekunder merupakan dismenore yang
disebabkan oleh kelainan ginekologis, oleh karena endometriosis, salpingitis,
mioma uteri,
dll.
2.
Etiologi
Secara umum, nyeri haid timbul
akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih,
mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan
nyeri spasmodik di sisi medial paha.
·
Penyebab Dismenore Primer:
a. Faktor endokrin
Rendahnya kadar progesteron pada
akhir fase korpus luteum. Menurut Novak dan Reynolds, hormon progesteron
menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormon estrogen
merangsang kontraktilitas uterus.
b. Kelainan organik
seperti: retrofleksia uterus,
hipoplasia uterus, obstruksi kanalis servikalis, mioma submukosum bertangkai,
polip endometrium.
c. Faktor kejiwaan atau gangguan psikis
seperti: rasa bersalah, ketakutan
seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik dengan kewanitaannya,
dan imaturitas.
d. Faktor konstitusi
seperti: anemia, penyakit menahun,
dsb dapat memengaruhi timbulnya dismenore.
e. Faktor alergi
Menurut Smith, penyebab alergi
adalah toksin haid. Menurut riset, ada asosiasi antara dismenorea dengan
urtikaria, migren, dan asma bronkiale.
·
Penyebab Dismenore Sekunder
a.
infeksi
: nyeri sudah terasa sebelam haid.
b.
myoma
submucosa, polyp corpus uteri: nyeri bersifat kolik.
c.
endometriosis:
nyeri disebabkan tekanan oleh tumor atau perlekatan.
Nyeri
masih ada setelah haid berhenti.
d.
retroflexio
uteri fixata.
e.
gynatresi.
3.
Manifestasi Klinis
NO
|
DISMENORE PRIMER
|
DISMENORE
SEKUNDER
|
1
|
Usia muda (sebelum berusia 25 tahun)
|
Usia lebih tua (setelah berusia 25 tahun)
|
2
|
Timbul setelah
terjadinya siklus haid yang teratur
|
Cenderung timbul
setelah 2 tahun siklus haid teratur
|
3
|
Sering pada nulipara
|
Tidak berhubungan
dengan paritas
|
4
|
Nyeri sering terasa
sebagai kejang uterus dan spastik
|
Nyeri sering terasa
terus-menerus dan tumpul. Nyeri dimulai saat haid dan meningkat bersamaan dengan
keluarnya darah
|
5
|
Tidak dijumpai keadaan
patologik pelvik
|
Berhubungan dengan kelainan
pelvik
|
6
|
Hanya terjadi pada
siklus haid anovulatorik.
|
Tidak berhubungan
dengan adanya ovulasi
|
7
|
Sering disertai mual,
muntah, kelelahan, low back pain, dan nyeri kepala
|
Sering disertai demam (adanya proses inflamasi)
|
4. Komplikasi
a. Syok
b. Hilang
kesadaran
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN
DENGAN GANGGUAN
HAID
1.
PENGKAJIAN
a. Biodata klien
Umur : pasien berada dalam usia masa
menstruasi
Pendidikan : pendidikan pasien sangat mempengaruhi
tingkat pengetahuan pasien mengenai menstruasi
Pekerjaan : pekerjaan pasien (kegiatan rutinitas
pasien) juga mempengaruhi terjadinya gangguan menstruasi
b. Alasan MRS
Keluhan utama
Merasakan nyeri yang berlebihan ketika haid pada bagian
perut disertai dengan mual muntah, pusing dan merasakan badan lemas.
c. Riwayat haid
Umur menarchi pertama
kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus haid.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana
cara pengobatan yang dijalaninya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut
diderita sampai saat ini atau kambuh berulang–ulang.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti
yang pasien alami.
g. Data fungsional (Gordon, 2000)
1. Pola
Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada
kasus Dismenore akan timbul ketakutan karena ketidaktahuan atau kurangnya
informasi/ pengetahuan mengenai Dismenore.
2. Pola
Nutrisi dan Metabolisme
Pada umumnya klien dengan dismenorre mengalami penurunan nafsu makan,
frekuensi minum klien juga mengalami penurunan.
3. Pola
Eliminasi
Untuk
kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada
pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
4. Pola
Tidur dan Istirahat
Klien dengan disminorre mengalami nyeri pada daerah perut
sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah mudah terganggu dengan
suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum).
5. Pola
Aktivitas
Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan disminorre di
anjurkan untuk istirahat.
6.
Pola Hubungan dan Peran
Klien
tidak akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien tidak
harus menjalani rawat inap.
7.
Pola Persepsi dan
Konsep Diri
Pada
kasus Dismenore akan timbul ketakutan karena ketidaktahuan atau kurangnya
informasi/ pengetahuan mengenai Dismenore.
8.
Pola Sensori dan
Kognitif
Pada
klien Dismenore, daya rabanya tidak terjadi gangguan, sedangkan pada indera
yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Namun timbul rasa nyeri pada perut bagian bagian bawah.
9.
Pola Reproduksi Seksual
Kebiasaan
penggunaan pembalut sangat mempengaruhi terjadinya gangguan menstruasi.
10.
Pola Penanggulangan
Stress
Pada
klien Dismenore timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu mengenai
adanya kelainan pada sistem reproduksinya.
11. Pola
Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk
klien Dismenore tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
h. Pemeriksaan fisik pada
pasien Dismenore
1.
Rambut : warna rambut, jenis rambut, bau nya, apakah ada luka
lesi/ lecet.
2.
Mata :
skleranya tidak ikterik, konjungtiva anemis, palpebra tidak oedema, fungsi penglihatan nya
baik.
3.
Mulut : mukosa bibir klien kering.
4.
Payudara : adanya
nyeri di sekitar payudara pasien selama menstruasi.
2. Diagnosa
Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan
dengan kurangnya suplai oksigen dalam
jaringan.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri haid.
c. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual, muntah, diare sekunder.
d. Ansietas berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan mengenai gangguan menstruasi.
3. Intervensi Keperawatan
a.
Nyeri akut b.d. kurangnya
suplai oksigen dalam jaringan
Tujuan : Setelah diberikan askep selama
1×24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang
Kriteria hasil :
1. Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi
2. Dapat mengindentifikasi aktivitas
yang meningkatkan/ menurunkan nyeri
3. skala nyeri ringan.
Intervensi :
1) Jelaskan kepada pasien bahwa
olahraga itu penting dalam menurunkan rasa nyeri dismenore.
Rasional: Menurut Fajaryati (2012), Pendekatan dengan menggunakan nonfarmakologi
lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Tingkat dismenore primer yang melakukan olahraga teratur
mempunyai skala nyeri sedang (50%), yang tidak melakukan olahrga secara teratur
mempunyai skala nyeri sedang (55,6%).
2) Ajarkan penggunaan kompres hangat
Rasional: Meringankan kram abdomen. Panas bekerja dengan pedoman
meningkatkan vasodilatasi dan otot relaksasi,saat menurnnya iskemic uterus.
3) Ajarkan senam
dismenorre
Rasional: Menurut Astuti (2009), Teknik
relaksasi merupakan salah satu teknik dalam memberikan kondisi yang nyaman dan
rileks pada remaja saat mengalami dismenore dengan melakukan senam dismenorre
gerakan sederhana minimal selama 3 hari sebelum relaksasi setiap pagi atau sore
hari. Diharapkan senam tersebut memberikan efek dalam mengurangi dan mencegah
dismenorre, karena senam dapat menyebabkan tubuh menjadi rileks dengan
menghasilkan horman endorphin. Hormon ini berfungsi sebagai obat penenang alami
yang diproduksi dalam tubuh untuk mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi.
4) Ajarkan metode distraksi selama
nyeri akut.
Rasional: Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang
menyenangkan.
5) Lakukan masase Effleurage.
Rasional: Menurut Ekowati dkk (2008), masase Effleurage dapat mengurangi nyeri dismenore.
1.
Berdasarkan hasil pengukuran intensitas nyeri pada kelompok perlakuan sebelum
dilakukan masase teknik effleurage pada abdomen dengan menggunakan skala
nyeri 0 – 10 diperoleh bahwa sebagian besar subyek penelitian mengalami nyeri
berat dan sisanya mengalami nyeri sedang. Sedangkan pada kelompok kontrol
sebagian besar subyek penelitian mengalami nyeri sedang.
2. Hasil
pengukuran intensitas nyeri setelah dilakukan masase teknik effleurage pada
abdomen dengan mengguanakan skala nyeri 0 – 10 diperoleh sebagian besar subyek
penelitian mengalami penuruann nyeri dan sebagian kecil tidak mengalami
penurunan nyeri.
3.
Setelah dilakukan uji statistik t-test independen diperoleh hasil bahwa masase
teknik effleurage pada abdomen dapat menurunkan intensitas nyeri
dismenore primer.
6) Berikan kesempatan waktu istirahat
bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur,
belakangnya dipasang bantal kecil.
Rasional: Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.
7) Anjurkan menurunkan masukan sodium
selama seminggu sebelum mens Rasional: Mengurangi resiko retensi
cairan.
8) Tingkatkan pengetahuan tentang :
sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung.
Rasional: Pengetahuan yang akan dirasakan
membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
9) Observasi ulang tingkat nyeri, dan
respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya.
Serta setiap 1 – 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 – 2 hari.
Rasional: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang
obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang
tepat.
10) Kolaborasi dengan dokter, pemberian
analgetik rofecoxib dan valdecoxib. Rasional: Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan
berkurang. Kontrasepsi oral dapat diberikan jika klien menginginkan kontrasepsi
sebagai pembebas nyeri.OC’s mencegah ovulasi, menurunkan jumlah darah haid,
yang mengurangi jumlah prostaglandin dan dysmenorrhea.
OAINS dan penghambat spesifik
COX-2 bekerja dengan mengurangi aktivitas cyclooxygenase
sehingga menghambat produksi prostaglandin, sedangkan kontrasepsi oral
bekerja dengan mengahmabat terjadinya ovulasi. Penghambat spesifik COX-2 yang
sudah dilaporkan adalah rofecoxib dan
valdecoxib. Pada pemberian
kontrasepsi oral dosis rendah menunjukkan perbaikan dismenore dihubungkan
dengan rasa nyeri yang terjadi.
b.
Intoleran aktifitas b/d nyeri haid
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan
pasien menunjukan perbaikan intoleransi aktifitas.
kriteria hasil : Pasien dapat melakukan aktivitas Intervensi
Intervensi:
1) Hindari seringnya melakukan
intervensi yang tidak penting yang dapat membuat lelah, berikan istirahat yang
cukup.
Rasional: Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress dan
meningkatkan kenyamanan.
2) Berikan istirahat cukup dan tidur 8
– 10 jam tiap malam.
Rasional: istirahat cukup dan tidur cukup menurunkan kelelahan dan
meningkatkan resistensi terhadap infeksi.
Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan
status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Beberapa ahli
berpendapat bahwa tidur diyakini dapat memulihkan tenaga karena tidur karena
tidur memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk
periode keterjagaan berikutnya (Potter, 2005).
Tercukupinya kebutuhan tidur bisa membuat seseorang aktif
dan fresh dalam menjalakan aktivitasnya. Tercukupi di sini lebih pada
persoalana kualitas daripada kuantitas. Artinya, orangnya tidur 5 jam atau
kualitasnya bagus, lebih baik daripada orang yang tidurnya 7 jam tapi
kualitasnya jelek. Kebutuhan tidur sangat tergantung usia, aktifitas, dan
pekerjaan seseorang (Aman, 2005).
3) Observasi ulang tingkat nyeri, dan
respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik
untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 – 2 jam setelah tindakan
perawatan selama 1 – 2 hari.
Rasional: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang
obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang
tepat.
c.
Resiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, diare
sekunder
Tujuan : Setelah diberikan askep
selama 1×24 jam diharakan pasien menunjukkan perbaikan nutrisi.
Kriteria hasil : mual muntah teratasi.
Intervensi:
1) Timbang BB setiap hari
Rasional : agar dapat mengetahui perubahan berat badan setiap
harinya.
2) Pantau hasil lab
Rasional : memntau perubahan nilai hasil lab.
3) Jelaskan pentingnya nutrisi adekuat
Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan berat badan.
4) Beri suasana menyenangkan saat makan
Rasional : dapat meningkatkan nafsu makan.
5) Beri porsi kecil tapi sering
Rasional : mengurangi rasa mual dan muntah yang timbul saat makan
6) Beri makanan dengan protein dan
kalori yang tinggi
Rasional : meningkatkan asupan energi
d.
Ansietas b.d. kurang pengetahuan mengenai gangguan menstruasi
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan
kecemasan menurun Kriteria hasil : Pasien tenang dan dapat mengekspresikan
perasaannya
Intervensi:
1) Jelaskan prosedur yang diberikan dan
ulangi dengan sering
Rasional : Informasi memperkecil rasa takut dan ketidaktauan.
2) Anjurkan orang terdekat
berpartisipasi dalam asuhan
Rasional: Meningkatkan perasaan berbagi.
3) Anjurkan dan berikan kesempatan pada
pasien untuk mengajukan pertanyaan dan menyatakan masalah
Rasional: membuat perasaan terbuka dan bekerja sama.
4) Singkirkan stimulus yang
berlebihan
Rasional: memberi lingkungan yang lebih tenang.
5) Ajarkan teknik relaksasi; latihan
napas dalam, imajinasi terbimbing
Rasional: pengalihan perhatian selama episode asma dapat menurunkan
Rasional: pengalihan perhatian selama episode asma dapat menurunkan
ketakutan dan kecemasan.
6) Informasikan tentang perawatan, dan
pengobatan
Rasional: menurunkan rasa takut dan kehilangan control akan dirinya.
7) Jelaskan pada klien bahwa tindakan
tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas
dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
8) Pertahankan perilaku tenang, bantu
pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang
dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ ansietas.
9) Jelaskan pada klien tentang
etiologi/faktor dismenore.
Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
EVALUASI
1. Pasien dapat mengindentifikasi
aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri, skala nyeri ringan.
2. Pasien dapat melakukan aktifitas
3. Pasien tenang dan dapat
mengekspresikan perasaannya
4. Pasien tahu, mengerti, dan patuh
dengan program terapeutik dengan kriteria hasil Ps mengerti tentang penyakitnya
dan apa yang mempengaruhinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dismenore
adalah perasaan nyeri pada waktu haid dapat berupa kram ringan pada bagian kemaluan sampai terjadi
gangguan dalam tugas sehari-hari. Gangguan ini ada dua bentuk yaitu dismenorre
primer dan dismenorre sekunder. Faktor endokrin, kelainan organik,
faktor alergi, faktor kejiwaan atau psikis seseorang juga sangat mempengaruhi
terjadinya Dismenorre.
Diagnosa yang dapat ditegakkan pada kasus Dismenorre
yaitu Nyeri
akut berhubungan
dengan
gangguan menstruasi, Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri dismenore, Resiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, diare sekunder, dan juga Ansietas berhubungan
dengan
inefektif koping individu
B. Saran
Kita sebagai
Perawat dapat memberikan tindakan keperawatan yang sesuai bagi pasien denga
dismenore dan lebih memahami berbagai tindakan keperawatan tersebut sebelum
diterapkan kepada pasien.
DAFTAR
PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
I Putu Juniartha Semara Putra, 2012. Laporan
Pendahuluan Gangguan Haid Dismenore. http://maternitas-askep.blogspot.com/
(dipostkan oleh I Putu Juniartha Semara Putra pada 15
Desember 2012)
1. Doenges, Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan
Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC
2. Smeltzer, Suzanne C, dkk. Keperawatan Medikal Bedah
vol. 2. 2001. Jakarta : EGC
3. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi vol. 2. 2005.
Jakarta : EGC
4. Carpenito-Moyet, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa
Keperawartan. 2006.Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar