KATA PENGANTAR
Dengan
memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpihan karunia, hidayah dan
bimbingan-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak 1 dengan judul ”Makalah Keperawatan Anak I Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Morbili”. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Adapun
pihak-pihak tersebut antara lain :
1.
NS. Erni Suprapti, S.ST,. S.Kep, selaku Dosen Keperawatan Anak 1 AKPER
KESDAM IV / DIPONEGORO
2.
Teman-teman yang juga membantu dalam berbagai hal.
3.
Serta pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Akhir
kata, kami berharap semoga makalah ini dapat diterima, dipelajari dan
bermanfaat bagi
mahasiswa dan pembaca dikalangan masyarakat serta dapat digunakan sebagai bahan
acuan dalam penyusunan makalah yang lain. Dan kami menyadari adanya banyak
kekurangan, baik tulisan maupu cara penulisan, untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan.
Semarang, Maret 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penyakit Campak sering menyerang anak
anak balita. Penyakit ini mudah menular kepada anak anak sekitarnya, oleh
karena itu, anak yang menderita Campak harus diisolasi untuk mencegah
penularan. Campak disebabkan oleh kuman yang disebut Virus Morbili. Anak yang
terserang campak kelihatan sangat menderita, suhu badan panas, bercak bercak
seluruh tubuh terkadang sampai borok bernanah. Biasanya penyakit ini timbul
pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan
secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut
kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila
seseorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50%
kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I,
II, atau III maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan
bawaan atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian
meninggal sebelum usia 1 tahun.
Morbili / campak adalah penyakit akut
yang disebabkan virus campak yang sangat menular pada umumnya menyerang anak-anak.
Menurut kriteria diagnostiknya, ada 4 stadium campak meliputi stadium tunas,
stadium prodormal / kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. Gejala
klinis morbili meliputi demam mencapai 400C, pilek, batuk, konjungtivitis, ruam
erupsi makulopapular, dan koplik’s spot
(merupakan tanda pathognomonis penyakit campak, bentuk bintik tidak teratur dan
kecil berwarna merah terang, pada pertengahan di dapat noda putih keabuan,
mula-mula 2-6 bintik). Pada pasien ini masih di observasi febris hari ke-2 dengan
suspek morbili. Untuk terapi medikamentosa diberikan infus KAEN 3A, antipiretik
(parasetamol), ambroxol, vitamin A dan C. Sedangkan untuk Supportifnya, pasien
diminta untuk istirahat, dan pasien dirawat di bangsal isolasi untuk mencegah
penularan ke pasien lain.
B.
Rumusan Masalah
1.
Mengapa morbili dapat menular?
A.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui
bagaimana cara membuat Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan Morbili.
2.
Tujuan Khusus
Mahasiswa
akan mampu:
a.
Memahami definisi Morbili
b.
Mengetahui etiologi terjadinya Morbili
c.
Mengetahui manifestasi klinis
dari Morbili
d.
Mengetahui cara penularan dari Morbili
e.
Mengetahui patofisiologi
terjadinya Morbili
f.
Mengetahui komplikasi dari Morbili
g.
Mengetahui diagnose banding dari Morbili
h.
Mengetahui pemeriksaan penunjang
untuk Morbili
i.
Mengidentifikasi penatalaksanaan
klien anak dengan Morbili
j.
Mengetahui bagaimana pencegahan Morbili
k.
Merumuskan asuhan
keperawatan pada klien anak dengan Morbili meliputi pengkajian, diagnosis
keperawatan, dan intervensi keperawatan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Definisi
Morbili ialah penyakit infeksi
virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium yaitu : stadium inkubasi,
stadium prodromal dan stadium erupsi (Rampengan, 1997: 90)
Campak adalah organisme yang sangat
menular ditularkan melalui rute udara dari seseorang yang terinfeksi pada orang
lain yang rentan (Smeltzer, 2001:2443)
Morbili ialah penyakit infeksi
virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu : stadium kataral,
stadium erupsi dan stadirum konvelensi. (Rusepno, 2002:624)
Morbili ialah penyakit infeksi
virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral,
stadium erupsi dan stadirum konvelensi. (Ngastiyah, 1997:351)
Campak, measles atau rubeola adalah
penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak. (Hardjiono, 2004:95)
Campak adalah demam eksantematosa
akut oleh virus yang menular ditandai oleh gejala prodromal yang khas, ruam
kulit dan bercak koplik. (Ovedoff, 1995:451)
Measles atau rubeola adalah
penyakit infeksi tinggi akut melibatkan traktus respiratorius dan
dikarakteristikkan oleh ras makulopapuler confluent. (N. Clex, 2001:153).
Morbili adlah penyakit infeksi
virus akut yang ditandai oleh tiga stadium yaitu stadium kataral, stadium
erupsi, dan stadium konvalensi (Suriadi, 2001:211).
Morbili adalah penyakit infeksi
virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral,
stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. (Mansjoer, 2000 : 47).
B.
Etilogi
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus yang
tergolong dalam famili paramyxovirus yaitu genus virus morbili. Virus ini
sangat sensitif terhadap panas dan dingin, dan dapat diinaktifkan pada suhu 30oC dan -20oC, sinar matahari, eter,
tripsin, dan beta propiolakton. Sedang formalin dapat memusnahkan daya
infeksinya tetapi tidak mengganggu aktivitas komplemen. (Rampengan, 1997 :
90-91)
Penyebab morbili adalah virus morbili yang terdapat
dalam sekret nasofaring dan darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah
timbul bercak-bercak, cara penularan dengan droplet dan kontak (Ngastiyah,
1997:351)
Campak adalah suatu virus RNA, yang termasuk famili
Paramiksoviridae, genus Morbilivirus. Dikenal hanya 1 tipe antigen saja; yang
strukturnya mirip dengan virus penyebab parotitis epidemis dan parainfluenza.
Virus tersebut ditemukan di dalam sekresi nasofaring, darah dan air kemih,
paling tidak selama periode prodromal dan untuk waktu singkat setelah munculnya
ruam kulit. Pada suhu ruangan, virus tersebut dapat tetap aktif selama 34 jam.
(Nelson, 1992 : 198).
C.
Manesfestasi
Klinik
Masa tunasnya adalah 10-20 hari, dan
penyakit ini dibagi menjadi dalam 3 stadium yaitu:
1.
Stadium Kataral (
Prodormal)
Berlangsung
selama 4-5 hari dengan tanda gejala sebagai berikut:
a.
Panas
b.
Malaise
c.
Batuk
d.
Fotofobia
e.
Konjungtivitis
f.
Koriza
Menjelang
akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik
berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema tapi
itu sangat jarang dijumpai. Diagnosa perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada
bercak koplik dan penderita pernah kotak dengan penderita morbili dalam waktu 2
minggu terakhir.
2.
Stadium Erupsi
Gejala
klinik yang muncul pada stadium ini adalah:
a.
Koriza dan Batuk
bertambah
b.
Kadang terlehat bercak
koplik
c.
Adanya eritema, makula,
papula yang disertai kenaikan suhu badan
d.
Terdapat pembesaran
kelenjar getah bening
e.
Splenomegali
f.
Diare dan muntah
Variasi
dari morbili disebut “Black Measles” yaitu morbili yang disertai pendarahan
pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3.
Stadium konvalensensi
Erupsi mulai berkurang dengan
meninggalkan bekas (hiperpigmentasi). Suhu menurun sampai normal kecuali ada
komplikasi.
D.
Patofisiologi
Gejala awal ditunjukkan dengan adanya
kemerahan yang mulai timbul pada bagian belakang telinga, dahi, dan menjalar ke
wajah dan anggota badan. Selain itu, timbul gejala seperti flu disertai mata
berair dan kemerahan (konjungtivis). Setelah 3-4 hari, kemerahan mulai hilang
dan berubah menjadi kehitaman yang akan tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan
apabila sembuh, kulit akan tampak seperti bersisik. (Supartini, 2002 : 179). Penularannya sangat
efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi
pada seseorang.
Penularan campak terjadi melalui droplet melalui udara, terjadi
antara 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam.
Di tempat awal infeksi, penggadaan virus sangat minimal dan jarang dapat
ditemukan virusnya. Virus masuk kedalam limfatik lokal, bebas maupun
berhubungan dengan sel mononuklear mencapai kelenjar getah bening lokal. Di
tempat ini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dari tempat ini
mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa.
Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel
raksasa berinti banyak Sedangkan limfosit T meliputi klas penekanan dan
penolong yang rentan terhadap infeksi, aktif membelah. Gambaran kejadian awal
di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari
setelah infeksi awal, fokus infeksi terwujud yaitu ketika virus masuk kedalam
pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran
napas, kulit, kandung kemih, usus.Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada
di epitel aluran nafas dan konjungtiva, 1-2 lapisan mengalami nekrosis. Pada
saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan
menimbulkan manifestasi klinik dari sistem saluran napas diawali dengan keluhan
batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah.
Respon imun yang terjadi adalah proses peradangan epitel pada
sistem saluran pernapasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam
tinggi, anak tampak sakit berat dan ruam yang menyebar ke seluruh tubuh, tanpa
suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak koplik. Muncul ruam
makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibody
humoral dapat dideteksi. Selanjutnya daya tahan tubuh menurun, sebagai akibat
respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah ruam pada
kulit, kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. Fokus
infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik
di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Daerah epitel yang
nekrotik di nasofaring dan saluran pernapasan memberikan kesempatan serangan
infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain.
Dalam keadaan tertentu adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada
kasus campak.
E.
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Pada pemeriksaan darah
tepi hanya ditemukan leukopeni
2.
Dalam spuntum, sekresi
nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya multinucleated giant cells yang
khas
3.
Pada pemeriksaan
serologis dengan cara hemagglutination inhibition test dan complemen fixation
test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1-3 hari setelah
timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4 minggu kemudian. (Rampengan,
1997 : 94)
4.
Pada pemeriksaan
serologi dengan cara hemaglutination inhibition test dan complement fiksatior
test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1 – 3 hari setelah
timbulnya ras dan mencapai puncaknya pada 2 – 4 minggu kemudian.
F.
Komplikasi
1.
Pneumonia
Perluasan
infeksi virus disertai dengan infeksi sekunder. Bakteri yang menimbulkan
pneumoni pada mobili adalah streptokok, pneumokok, stafilokok, hemofilus
influensae dan kadang-kadang dapat disebabkan oleh pseudomonas dan klebsiela.
2.
Gastroenteritis
Komplikasi
yang cukup banyak ditemukan dengan insiden berkisar 19,1 – 30,4%
3.
Ensefalitis
Akibat
invasi langsung virus morbili ke otak, aktivasi virus yang laten, atau
ensefalomielitis tipe alergi.
4.
Otitis media
5.
Mastoiditis
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ANAK DENGAN
MORBILI
A.
Pengkajian
1.
Biodata
Terdiri dari biodata pasien dan
biodata penanggung jawab.
2.
Proses keperawatan
a.
Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien dengan
morbili yaitu demam terus-menerus berlangsung 2 – 4 hari. (Pusponegoro, 2004 :
96)
b.
Riwayat keperawatan
sekarang
Anamnesa adanya demam terus-menerus
berlangsung 2 – 4 hari, batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah, silau bila
kena cahaya (fotofobia), diare, ruam kulit. (Pusponegoro, 2004 : 96)
c.
Riwayat keperawatan
dahulu
Anamnesa pada pengkajian apakah
klien pernah dirawat di Rumah Sakit atau pernah mengalami operasi (Potter, 2005
: 185).
d.
Riwayat Keluarga
Dapatkan data tentang hubungan
kekeluargaan dan hubungan darah, apakah klien beresiko terhadap penyakit yang
bersifat genetik atau familial. (Potter, 2005 : 185)
3.
Pemeriksaan Fisik
a.
Mata : terdapat
konjungtivitis, fotophobia
b.
Kepala : sakit kepala
c.
Hidung : Banyak
terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan hidung ( pada stad
eripsi ).
d.
Mulut & bibir :
Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
e.
Kulit : Permukaan kulit
( kering ), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada leher,muka, lengan dan,
evitema, panas (demam).
f.
Pernafasan : Pola
nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, renchi, sputum
g.
Tumbuh Kembang : BB,
TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
h.
Pola Defekasi : BAK,
BAB, Diare
i.
Status Nutrisi : intake
– output makanan, nafsu makanan
B.
Diagnosa Keperawatan (Doengoes, E
Marylin,2000)
1.
Gangguan rasa nyaman peningkatan suhu tubuh bd
proses inflamasi
2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh bd anoreksia.
3.
Resiko kurang volume cairan bd kehilangan
sekunder terhadap demam.
4.
Gangguan pola nafas bd inflamasi saluran nafas.
5.
Gangguan persepsi sensori bd radang konjungtiva.
6.
Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan
proses penyakit morbili.
7.
Ketidak efektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial dan peningkatan produksi sputum.
C.
Intervensi
1.
Gangguan rasa nyaman peningkatan suhu tubuh bd
proses inflamasi.
a.
Tujuan : Diharapkan suhu badan pasien berkurang
b.
Kriteria hasil :
1)
Suhu tubuh 36,6 – 37,4 0 C.
2)
Bibir lembab.
3)
Nadi normal.
4)
Kulit tidak terasa panas.
5)
Tidak ada gangguan neurologis ( kejang ).
c.
Intervensi :
1)
Monitor perubahan suhu tubuh, denyutan nadi.
2)
Memberikan kompres dingin / hangat.
3)
Berikan pakaian tipis dalam memudahkan proses
penguapan
4)
Libatkan keluarga dalam perawatan serta ajari
cara menurunkan suhu dan mengevaluasi perubahan
suhu tubuh.
5)
Kolaborasi medis untuk pemberian terapi
antipiretik.
2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
berhubungan dengan anoreksia.
a.
Tujuan : Diharapakan pasien menunjukkan
peningkatan nafsu makan
b.
Kriteria hasil :
1)
BB meningkat
2)
Mual berkurang / hilang
3)
Tidak ada muntah
4)
Pasien menghabiskan makan 1 porsi
5)
Nafsu makan meningkat
6)
Pasien menyebutkan manfaat nutrisi
7)
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
c.
Intervensi :
1)
Berikan sari buah yang banyak mengandung air.
2)
Berikan susu atau makanan dalam keadaan hangat.
3)
Berikan nutrisi bentuk lunak untuk membantu
nafsu makan.
4)
Berikan diet TKTP atau nutrisi yang adekuat.
5)
Monitor perubahan berat badan, adanya bising
usus, dan status gizi.
3.
Resiko kurang volume cairan b.d kehilangan
sekunder terhadap demam.
a.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan
tubuh
b.
Kriteria hasil :
1)
Turgor baik
2)
Kulit lembab
3)
TTV dalam batas normal
4)
Mukosa mulut lembab
5)
Cairan masuk dan keluar seimbang
6)
Tidak pusing pada perubahan posisi
7)
Tidak haus
8)
Hb, Ht, dalam batas normal.
c.
Intervensi :
1)
Observasi penyebab kekurangan cairan : muntah,
diare, kesulitan menelan, kekurangan darah aktif, diuretic, depresi,
kelelahan
2)
Observasi TNSR.
3)
Observasi tanda – tanda dehidrasi.
4)
Observasi keadaan turgor kulit, kelembaban,
membran mukosa.
5)
Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan bila
kekurangan cairan terjadi secara mendadak, ukur produksi urine setiap jam,
berat jenis dan observasi warna urine.
6)
Catat dan ukur jumlah dan jenis cairan masuk dan
keluar perparetal. Perhatikan : cairan yang masuk, kecepatan tetesan untuk
mencegah edema paru, dispneu, bila pasien terpasang infus.
7)
Timbang BB setiap hari.
4.
Gangguan pola nafas bd inflamasi saluran nafas.
a.
Tujuan : Pasien menunjukkan Status Respirasi:
Ventilasi: Pergerakan udara ke dalam dan ke luar dari paru-paru yang normal
b.
Kriteria hasil:
1)
Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan
dengan status pernapasan yang tidak berbahaya: ventulasi dan status tanda
vital.
2)
Menunjukkan status pernapasan: Ventilasi tidak
terganggu, diotandai dengan indikator gangguan sebagai berikut (dengan
ketentuan 1-5L ekstrem, kuat, sedang, ringan , tidak).
3)
Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas. Ekspansi
dada simetris.
4)
Tidak ada penggunaan itot bantu.
5)
Bunyi napas tambahan tidak ada.
6)
Napas pendek tidak ada.
c.
Intervensi :
1)
Pantau adanya pucat dan sianosis. Pantau efek
obat pada status respirasi. Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di tulang
dada.
2)
Kaji kebutuhan insersi jalan napas.
3)
Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada
bilateral pada pasien dengan ventilator.
4)
Pemantauan Pernapasan : Pantau kecepatan, irama,
kedalaman dan suaha respirasi; perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot-otot bantu, serta retraksi otot suprakla vikular dan
interkostal; pantau respirasi yang berbunyi, seperti mendengar.
5.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit bd
penggarukan pruritus.
a.
Tujuan: kulit tetap utuh
b.
Kriteria hasil :
1)
Permukaan kulit utuh.
2)
Tidak ada kemerahan dan luka.
c.
Intervensi:
1)
Jaga agar kuku tetap pendek dan bersih.
2)
Pakailah sarung tangan atau restrein siku.
3)
Berikan pakaian tipis, longgar, dan tidak
mengiritasi.
4)
Tutup area yang sakit (lengan panjang, celana
panjang, pakaian satu lapis).
5)
Berikan sedkit lotion yang melembutkan pada luka
terbuka.
6)
Hindari pemajanan panas atau sinar matahari
6.
Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan
proses penyakit morbili.
a.
Tujuan : Integritas kulit baik
b.
Kriteria hasil :
1)
Permukaan kulit utuh.
2)
Tidak ada kemerahan dan luka.
c.
Intervensi :
1)
Observasi keadaan kulit selama masa perawatan.
2)
Kaji pola nutrisi dan cairan anak.
3)
Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
4)
Ganti pakaian dan alat tenun bila basah.
5)
Jaga kulit agar tetap bersih dan kering.
6)
Beri terapi sesuai program medik.
7.
Ketidak efektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial dan peningkatan produksi sputum.
a.
Tujuan :Bersihan jalan napas efektif
b.
Kriteria hasil :
1)
Tidak ada suara napas tambahan.
2)
Anak bebas dari tanda hiperkapnea,
hipexia.
3)
Bebas dari sianosis, penggunaan otot dada untuk
bernapas.
c.
Intervensi :
1)
Observasi pola napas anak, suara napas dan usaha
anak untuk bernapas.
2)
Catat dan laporkan gejala takipnea, napas cuping
hidung.
3)
Observasi warna kulit dan selaput lendir.
4)
Observasi sputum : warna, bau, sifat.
5)
Ajarkan napas mulut, teknik relaksasi dan
latihan napas.
6)
Isap lendir bila perlu.
7)
Beri posisi semi fowler.
D.
Evaluasi
1.
Suhu tubuh 36,6 – 37,4 0 C.
2.
Bibir lembab.
3.
Nadi normal.
4.
Kulit tidak terasa panas.
5.
Tidak ada gangguan neurologis ( kejang )
6.
BB meningkat
7.
Mual berkurang / hilang
8.
Tidak ada muntah
9.
Pasien menghabiskan makan 1 porsi
10.
Nafsu makan meningkat
11.
Pasien menyebutkan manfaat nutrisi
12.
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
13.
Turgor baik
14.
Kulit lembab
15.
TTV dalam batas normal
16.
Mukosa mulut lembab
17.
Cairan masuk dan keluar seimbang
18.
Tidak pusing pada perubahan posisi
19.
Tidak haus
20.
Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan
dengan status pernapasan yang tidak berbahaya: ventulasi dan status tanda
vital.
21.
Menunjukkan status pernapasan: Ventilasi tidak
terganggu, diotandai dengan indikator gangguan sebagai berikut (dengan
ketentuan 1-5L ekstrem, kuat, sedang, ringan , tidak).
22.
Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas. Ekspansi
dada simetris.
23.
Tidak ada penggunaan itot bantu.
24.
Bunyi napas tambahan tidak ada.
25.
Napas pendek tidak ada.
26.
Permukaan kulit utuh.
27.
Tidak ada kemerahan dan luka
28.
Tidak ada suara napas tambahan.
29.
Anak bebas dari tanda hiperkapnea,
hipexia.
30.
Bebas dari sianosis, penggunaan otot dada untuk
bernapas.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Morbili ialah penyakit infeksi virus
akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium
erupsi dan stadirum konvelensi. (Ngastiyah, 1997:351). Penyebab penyakit ini
adalah sejenis virus yang tergolong dalam famili paramyxovirus yaitu genus
virus morbili. Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin, dan dapat
diinaktifkan pada suhu 30oC dan -20oC,
sinar matahari, eter, tripsin, dan beta propiolakton. Sedang formalin dapat
memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak mengganggu aktivitas komplemen.
(Rampengan, 1997 : 90-91).
Manifestasi klinis Koriza dan Batuk
bertambah, Kadang terlehat bercak koplik, Adanya eritema, makula, papula yang
disertai kenaikan suhu badan, Terdapat pembesaran kelenjar getah bening,
Splenomegali. Pada pemeriksaan serologis dengan cara hemagglutination
inhibition test dan complemen fixation test akan ditemukan adanya antibody yang
spesifik dalam 1-3 hari setelah timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4
minggu kemudian. (Rampengan, 1997 : 94).
DAFTAR PUSTAKA
Arief
Manjoer. 2000. “Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II”. Jakarta: EGC
Behrman,
Kliegnan, Arvin. 1999. “Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol.2. Edisi 15.” Jakarta: EGC.
Doenges,
Marilynnm E. dkk. 1999. “Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3”. Jakarta: EGC
Ngastiyah. 1997. “Perawat
Anak Sakit.” Jakarta: EGC.
Suryadi. 2010. “Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2”. Jakarta:
CV Sagung Seto
Wong’s
& Whaley. 2010. “Nursing Care Of
Infants And Children”. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar