Sabtu, 20 Juli 2013

Glomerulonefritis



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal (Ardiyanti Tunru, 2012).





B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami gangguan sistem perkemihan “Glomerulonefritis”.
2. Tujuan Khusus
a.    Memahami definisi Glomerulonefritis Akut, Kronis, dan Progresif.
b.    Mengetahui etiologi terjadinya Glomerulonefritis Akut, Kronis, dan Progresif.
c.    Mengetahui manifestasi klinis dari Glomerulonefritis Akut, Kronis, dan Progresif.
d.   Mengetahui patofisiologi terjadinya Glomerulonefritis Akut, Kronis, dan Progresif.
e.    Mengetahui komplikasi dari Glomerulonefritis Akut, Kronis, dan Progresif.
f.     Mengetahui pemeriksaan diagnostik untuk Glomerulonefritis Akut, Kronis, dan Progresif.
g.    Mengidentifikasi penatalaksanaan klien dengan Glomerulonefritis Akut, Kronis, dan Progresif.
h.    Merumuskan  asuhan keperawatan pada klien dengan Glomerulonefritis meliputi  pengkajian, diagnosis keperawatan, dan intervensi keperawatan.











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Glomerulonefritis Akut
     a. Definisi
              Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak pada kedua ginjal akibat pengendapan kompleks antigen antibodi di kapiler-kapiler glomerulus. Kompleks biasanya terbentuk 7-10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh streptokokus (Arif Muttaqin, 2011).
              Glomerulonefritis akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologic pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering ialah infeksi karena kuman streptokokus. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria dibandingkan dengan anak wanita (Ngastiyah, 1997: hal.294).
              Glomerulonefritis adalah peradangan dari membran kapiler glomerulus. Glomerulonefritis akut dapat dihasilkan dari penyakit sistemik atau penyakit glomerulus primer, tapi glomerulonefritis akut post streptococcus (juga diketahui sebagai glomerulonefritis proliferatif akut) adalah bentuk keadaan yang sebagian besar terjadi. Infeksi dapat berasal dari faring atau kulit dengan streptococcus beta hemolitik A adalah yang biasa memulai terjadinya keadaan yang tidak teratur ini. Stafilococcus atau infeksi virus seperti hepatitis B, gondok, atau varicela (chickenpox) dapat berperan penting untuk glomerulonefritis  akut pasca infeksi yang serupa (Porth, 2005).
     b. Etiologi
Faktor penyebab yang mendasari sindrom ini dapat dibagi menjadi kelompok infeksi dan noninfeksi:
1. Infeksi
Infeksi streptokokus terjadi sekotar 5-6% pada orang dengan radang tenggorokan dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit. Penyebab nonstreptokokus meliputi bakteri, virus, dan parasit.
          2. Noninfeksi
Penyakit sistemik multisistem seperti pada Lupu Eritematosus Sistemik (SLE), Vaskulitis, sindrom Goodpasture, granulomatosis Wegener.
          (Arif Muttaqin, 2011).
              Menurut Ngastiyah (1997), Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25, dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan  bahwa:
1)   Timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina
2)    Diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A
3)    Meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum pasien.
              Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain. Mungkin factor iklim atau alergi yang mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman streptococcus. GNA juga disebabkan karena sifilis, keracunan, (timah hitam tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura, anafilaktoid, dan lupus eritematosis.
              Menurut penyelidikan klinik-imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik menunjukkan hipotensi sebagai berikut :
1)   Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membran basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2)    Proses  autoimun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus
3)   Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membran basalis ginjal.
              Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
1)   Bakteri              : Streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,
  Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae,  
  Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
2)   Virus                 : Hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza,
                            parotitis epidemika dll.
3)    Parasit              : Malaria dan toksoplasma

     c. Tanda dan Gejala
              Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala, sakit punggung, dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata (kelopak), mual dan muntah-muntah. Sulit buang air kecil dan air seni menjadi keruh.(Admin Glomerulonephritis Akut (GNA), 2007,www.gooogle.com, diambil pada tanggal 13 Maret 2010).
     d. Manifestasi Klinis
Menurut Nursalam manifestasi klinis penyakit glomerulonefritis sebagai berikut :
1)   Penyakit ringan umumnya ditemukan saat dilakukan urinalisis secara rutin.
2)   Riwayat infeksi : faringitis oleh streptokokus kelompok A, Virus hepatitis B, dan Endokarditis
3)   Proteinuria, Hematuria, dan Oliguria
4)    Wajah seperti bulan dan edema pada ekstremitas
5)    Lemah dan anoreksia
6)    Hipertensi (ringan, sedang, atau berat)
7)    Anemia akibat kehilangan sel darah ke dalam urine
8)    Dari hasil study klinik kejadian glomerulonefritis akut dapat sembuh sampai 90%, dengan fugsi ginjal normal dalam 60 hari :
a. Diuresis biasanya mulai satu-dua minggu sesudah serangan
b. Renal clearence  dan konsentrasi urea darah kembali normal
c. Edema dan Hipertensi berkuran
d. Pada pemeriksaan mikroskop proteinuria dan hematuria masih ada selama beberapa bulan.
     e. Patofisiologi
              Menurut smeltzer (2001, hal.1438) patofisiologi dari glomeulonefritis akut sebagai berikut:
1. Proliferasi Seluler
          Peningkatan sel endotelia yang melapisi glomerulus, Infiltrasi leukosit ke glomerulus, dan penebalan membran filtrasi glomerulus atau membran basal menghasilkan jaringan parut dan kehilangan permukaan penyaring. Pada glomerulonefritis akut, ginjal membesar, bengkak, dan kongesti. Seluruh jaringan renal-glomerulus, tubulus dan pembuluh darah-dipengaruhi dalam berbagai tingkat tanpa memperhatikan tipe glomerulonefritis akut yang ada. Pada banyak pasien, antigen diluar tubuh (misalnya medikasi, serum asing) mengawali proses, menyebabkan pengendapan kompleks di glomerulus. Pada pasien yang lain, jaringan ginjal sendiri berlaku sebagai antigen penyerang. Elektron-mikroskopis dan analisis imunogluoresen mekanisme imun membantu identifikasi asal lesi. Biopsi ginjal diperlukan untuk membedakan berbagai jenis glomerulonefritis akut.
2. Proliferasi Leukosit
          adanya neutrofil dan monosit dalam lumen kapiler dan sering menyertai proliferasi seluler.
3. Penebalan membran basal glomelurus muncul sebagai penebalan dinding kapiler  baik di sisi endotel atau epitel membran dasar.
4. Hialinisasi atau sklerosis menunjukkan cedera irreversible.
     f. Penatalaksanaan
          Menurut Nursalam:
1)   Penatalaksanaan gejala dan antihipertensi, obat untuk penatalaksanaan hiperkalemia (berhubungan dengan insufisiensi renal), H2Blocker (untuk mencegah ulcer stres), dan agen pengikat fosfat (untuk mengurangi fosfat dan menambah kalsium)
2)    Terapi antibiotik untuk menyembuhkan infeksi (jika masih ada)
3)   Pembatasan cairan
4)    Diet ketat pembatasan protein jika terdapat oliguria dan BUN meningkat. Pembatasan perlu diperketat jika mengarah ke gagal ginjal
5)   Tingkatkan karbohidrat untuk membantu tenaga dan mengurangi katabolisme protein.
6)   Asupan potasium dan sodium diperketat jika terdapat edema, hiperkalemia, atau tanda gagal jantung (CHF)
7)    Terapi untuk mempercepat progresif glomerulonefritis meliputi :
a. Penggantian plasma
b. Pemberian Imunosupressan (corticosterois;cyclopfosphamid (Cytoxan)
     g. Komplikasi
          Menurut Nursalam (2008) :
1)   Hipertensi, congestive heart failure (CHF),
2)   Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada fase akut
3)   Malnutrisi
4)   Hipertensi Encephalopati
     h. Pemeriksaan Diagnostik
              Menurut Ngastiyah (1997: hal.297) pemeriksaan diagnostik untuk glomerulonefritis akut yaitu laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air). Pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi. Hematuria makroskopis ditemukan pada 50 % pasien. Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (+), Leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit dan hialin. Albumin serum sedikit menurun, demikian juga lomplemen serum (globulin beta-IC), ureum dan kreatinin meningkat. Titer antistreptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi infeksi streptococcus yang mendahului hanya mengenai kulit saja. Uji fungsi ginjal normal pada 50% pasien.
              Pemeriksaan yang lebih penting dan mendesak adalah urinalisis untuk mengetahui proteinuria, hematuria dan debri-debri jaringan. BUN dan kreatinin serum diperiksa untuk mengetahui fungsi ginjal. Pemeriksaan imunologi seperti titer antigen antibodi dan immunoelectrophoresis dilaksanakan.











2. Glomerulonefritis Kronis
     a. Definisi
               Glomerulonefritis Kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada beberapa penyakit, dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi ginjal selama bertahun-tahun.Glomerulonefritis kronik adalah kategori heterogen  dari penyakit dengan berbagai kasus. Semua bentuk gambaran sebelumya dari glomerulonefritis dapat meningkat menjadi keadan kronik. Kadang- kadang glomerulonefritis pertama dilihat sebagai sebuah proses kronik. (Lucman and sorensens, 1993: hal. 1496).
          Pasien dengan penyakit ginjal (glomerulonefritis) yang dalam pemeriksaan urinnya masih selalu terdapat hematuria dan proteinuria dikatakan menderita glomerulonefritis kronik. Hal ini terjadi karena eksaserbasi berulang dari glomerulonefritis akut yang berlangsung dalam beberapa waktu beberapa bulan/tahun, karena setiap eksaserbasi akan menimbulkan kerusakan pada ginjal yang berkibat gagal ginjal (Ngastiyah, 1997).
     b. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui. Pada 50% penderita ditemukan glomerulopati sebagai penyebabnya, meskipun tidak pernah timbul gejala-gejalanya.
     c. Tanda dan Gejala
              Menurut Price dan Wilson (1995, hal. 831) Glomerulonefritis kronik (GNK) ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Umumnya GMK tidak mempunyai hubungan dengan GNAPS (Glomerulonefritis akut pasca streptokok) maupun GNPC (Glomerulonefritis progresif cepat), tetapi kelihatannya merupakan penyakit denova. Penyakit cenderung timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut, ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul. Menurut stadium penyakit, mungkin akan timbul poliuria atau oliguria, berbagai derajat proteinuria, hipertensi, ozotemia progresif dan kematian akibat uremia. Pada GNK yang lanjut maka ginjal tampak mengkerut, kadang-kadang beratnya hanya tinggal 50 gram saja dan permukaannya bergranula. Perubahan-perubahan ini disebabkan karena berkurangnya jumlah nefron karena iskemia dan hilangnya nefron. Dilihat dengan mikroskop maka tampak sebagian besar glomerulus mengalami perubahan. Mungkin terdapat campuran antara perubahan-perubahan membranosa dan proliferatif dan pembentukan epitel berbentuk sabit. Akhirnya tubulus mengalami atropi, Fibrosis interstisialis dan penebalan dinding arteria. Kalau semua organ strukturnya telah mengalami kerusakan hebat, maka organ ini disebut ginjal stadium akhir, dan mungkin sulit menentukan apakah lesi asalnya terjadi pada glomerulus, interstisial, dan disebabkan oleh pielonefritis kronik, atau vaskuler.
              Glomerulonefritis kronik awitannya mungkin seperti glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibody yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal, dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1-2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks, menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irreguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, dan cabang-cabang arteri renal menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir (ESRD).  (Smeltzer,2001, hlm.1440).
     d. Patofisiologi
              Glomerulonefritis kronik awitannya mungkin seperti glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibody yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjasi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks, menyebabkan permukaan ginjal  kasar dan irreguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, dan cabang-cabang arteri renal menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir (ESRG) (Smeltzer, 2001: hlm.1440).





     e. Manifestasi Klinis
                           Smeltzer (2001, hlm.1440) Gejala Glomerulonefritis kronik bervariasi. Banyak pasien dengan penyakit yang telah parah memperlihatkan kondisi tanpa gejala sama sekali untuk beberapa tahun. Kondisi mereka secara insidental dijumpai ketika terjadi hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum. Diagnosis dapat ditegakkan ketika perubahan vaskuler atau perdarahan retina ditemukan selama pemeriksaan mata. Indikasi pertama penyakit dapat berupa perdarahan hidung, stroke, atau kejang yng terjadi secara mendadak. Beberapa pasien hanya memberitahu bahwa tungkai mereka sedikit bengkak dimalam hari. Mayoritas pasien pasien juga mengalami gejala umum seperti kehilangan berat dan kekuatan badan, peningkatan iritabilitas, dan peningkatan berkemih dimalam hari (nokuria), sakit kepala, pusing, dan gangguan pencernaan umumnya terjadi.
              Seiring dengan berkembangnya glomerulonefritis kronik, tanda dan gejala insufisiensi renal dan gagal ginjal kronik dapat terjadi. Pasien tampak sangat kurus, pigmen kulit tampak kuning keabu-abuan dan terjadi edema perifer (dependen) dan periorbital. Tekanan darah mungkin normal atau naik dengan tajam. Temuan pada retina mencakup hemoragi, adanya eksudat, arteriol menyempit dan berliku-liku, serta papiledema. Membran mukosa pucat karena anemia. Pangkal vena mengalami distensi akibat cairan yang berlebihan. Kardiomegali, irama galop, dan tanda gagal jantung kongestif lain dapat terjadi. Bunyi krekel dapat didengar di paru.
              Neuropati perifer disertai hilangnya reflek tendon dan perubahan neurosensori muncul setelah penyakit terjadi. Pasien mengalami konfusi dan memperlihatkan rentang penyakit yang menyempit. Temuan lain mencakup perikarditis disertai friksi perikardial dan pulsus paradoksus (perbedaan tekanan darah lebih dari 10 mmHg selama inspirasi dan ekspirasi).
     f. Pemeriksaan Diagnostik
              Menurut Smeltzer (2001,hal.1440) Sejumlah nilai laboratorium abnormal muncul. Urinalisis  menunjukkan gravitasi spesifik mendekati 1.010, berbagai proteinuria, dan endapan urinarius (butir-butir protein yang disekresi oleh tubulus ginjal yang rusak). Ketika gagal ginjal terjadi dan filtrasi glomerulus menurun di bawah 50 ml/menit, perubahan berikut dapat dijumpai :
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, masukan dari makanan dan medikasi, asidosis, dan katabolisme.
2. Asidosis metabolik akibat sekresi asam oleh ginjal dan ketidakmampuan untuk regenerasi bikarbonat.
3. Anemia akibat penurunan eritropoesis (produksi sel darah merah)
4. Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui membran glomerulus yang rusak.
5. Serum fosfot meningkat akibat penurunan ekskresi renal
6. Serum kalsium meningkat (kalsium terikat pada fosfot untuk mengkompensasi peningkatan kadar serum fosfor)
7. Hipermagnesemia akibat penurunan ekskresi dan ingesti antasid yang mengandung magnesium
8. Kerusakan antara syaraf akibat abnormalitas elektrolit dan uremia.
                           Pemeriksaan sinar X pada dada menunjukkan pembesaran jantung dan edema pulmoner. Elektrokardiogram mungkin normal namun dapat juga menunjukkan adanya hipertensi disertai hipertropi ventrikel kiri dan gangguan elektrolit, seperti hiperkalemia dan puncak gelombang T yang tinggi.
     g. Penatalaksanaan
              Gejala yang muncul pada pasien glomerulonefritis kronis akan menjadi pedoman perawatan rawat jalan. Jika terjadi hipertensi, tekanan darah diturunkan dengan natrium dan pembatasan cairan. Protein dengan nilai biologis yang tinggi (produk susu, telur dan daging) diberikan untuk mendukung status nutrisi yang baik pada pasien. Kalori yang adekuat juga penting untuk menyediakan protein bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Infeksi traktus urinarius harus ditangani dengan tepat untuk mencegah kerusakan renal lebih lanjut.
              Jika edema berat terjadi, pasien harus tirah baring. Kepala tempat tidur dinaikkan untuk kenyamanan dan diuresis. Berat badan harian dipantau, dan diuretik digunakan untuk mengurangi kelebihan cairan. Masukan natrium dan cairan disesuaikan dengan kemampuan ginjal pasien untuk mengekskresi air dan natrium.
              Dimulainya dialisis dipertimbangkan diawal terapi untuk menjaga agar kondisi fisik paien tetap optimal, mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dan mengurangi resiko komplikasi gagal ginjal. Rangkaian penanganan dialisis sebelum pasien menunjukkan komplikasi signifikan adalah lambat.
              Menurut Lukman and Sorensen’s (1993, page.1492) obat yang biasa dipakai seperti rifampin, penicillin, sulfonamid, cepalospirin, allopurinol, captopril, cimetidine, azathioprine, phenytoin, thiazin, lithium,, nonstreroid anti agen inflamasi  dan furosemide bila memungkinkan.
     Asuhan Keperawatan pada klien dengan Glomerulonefritis Akut dan Kronis)
     1. Pengkajian
     Menurut Nursalam (2008) :
a.    Kaji riwayat kesehatan ; pusatkan pada infeksi yang terakhir atau gangguan gejala imunologis kronis (sistemic lupus erythematosus dan skleroderma)
b.     Kaji spesimen urine untuk mengetahui adanya darah, protein, warna dan jumlah.
c.     Lakukan pemeriksaan fisik, khususnya amati tanda edema, hipertensi, hipervolemia, (pembesaran vena leher dan peningkatan tekanan vena jugularis), pengembangan bunyi paru, dan kardiak aritmia.
d.    Evaluasi status jantung dan laboratorium serum untu ketidakseimbangan elektrolit.
              Pada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk melakukan pengukuran berat dan tinggi badan, tekanan darah, adanya sembab atau asites. Melakukan pemeriksaan kemungkinan adanya penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelainan ginjal seperti atritis, ruam kulit, gangguan kardiovaskular, paru dan system syaraf pusat. Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus juga berkurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relative kurang terganggu, ion natrium dan air diresorbsi kembali sehingga diuresis berkurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium juga berkurang. Ureum diresorbsi kembali lebih dari pada biasanya, sehingga terjadi insufiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidrema dan asidosis metabolik.
     2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronis yang berhubuingan dengan peradangan dan trauma jaringan
b. Perubahan volume cairan : kelebihan berhubungan dengan kerusakan kapiler glomerulus sekunder terhadap proses inflamasi.
c. Intoleransi aktivitas b.d perubahan produksi SDM sekunder terhadap kerusakan ginjal dan masukan nutrisi tak adekuat.
d. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor: anoreksia dan kehilangan protein sekunder terhadap kerusakan glomerulus.
     3. Intervensi
a.   Nyeri Kronis  b.d   peradangan dan trauma jaringan
     Intervensi :
              1) Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi lamanya, intensitas (skala 0-10)
Rasional : Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri pasien sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi terjadinya komplikasi.
              2) Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
Rasional : Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
3) Catat petunjuk nyeri nonverbal, contoh gelisah, menolak, bergerak, berhati-hati dengan abdomen, takikardi, berkeringat. Selidiki ketidaksesuaian antara petunjuk verbal dan non-verbal
Rasional : Petunjuk non-verbal dalam berupa fisiologis dan psikologis dan dapat digunakan dalam menghubungkan petunjuk verbal untuk mengidentifikasi luas/beratnya masalah
b    Perubahan volume cairan : kelebihan b.d faktor ; kerusakan kapiler glomerulus sekunder terhadap proses inflamasi
          Intervensi :
          1) Pantau :
· Kecendrungan berat jenis urin dan proteinuria
· Masukan dan pengeluaran setiap 2-4 jam
· Hasil laporan laboratorium serum: elektrolit, BUM, kreatinin, albumin
· Status umum ( apendiks F) setiap 8 jam
· timbang berat badan setiap hari ( timbangan, waktu, dan jumlah pakaian sama )
Rasional : Untuk mengidentifikasi kemajuan ke arah atau penyimpanan dari hasil yang diharapkan.
2)   Berikan diuretik loop yang di programkan dan evaluasi efektivitasnya : resolus edema, bunyi paru bersih, penurunan tekanan, peningkatan haluaran urine, dan penurunan berat badan, natrium serum dalam batas normal.
Rasional : Hipertensi pada glomerulonefritis akut lebih tergantung pada volume daripada renin. Diuretik mengeluarkan kelebihan cairan tubuh. Hiponatremia, hipokalemia dan aidosis metabolik hipokoremik dapat terjadi dengan terapi diuretik agresif.
3)   Beritahu dokter tentang temuan yang menandakan berkembangnya insufisiensi ginjal yang meliputi peningkatan BUN dan kreatinin serum, dan penurunan secara kontinue haluaran urine disertai dengan perubahan mental. Berikan obat yang diresepkan (agen sitotoksik seperti cytoxan atau kortikosteroid seperti prednison) untuk mencegah kerusakan glomerulus lanjut bila perkembangan glomerulonefritis berjalan cepat evaluasi efektivitasnya. Jadwalkan obat untuk mencapai efektivitas terapeutik maksimum dan hindari interaksi merugikan antara obat dengan obat. Konsul pada referensi farmakologi atau farmasis bila diperlukan
Rasional: Tindakan awal untuk progresi glomerulonefritis adalah agen imunosupresif. Tindakan segera diperlukan untuk mencegah penyakit ginjal tahap akhir. Agen Cytotoxic menghambat deposisi kompleks imun di glomerulus, sedangkan kortikosteroid mengurangi inflamasi pada glomerulus.
4) Konsul dokter bila manifestasi kelebihan cairan menetap atau memburuk terhadap tindakan. Siapkan untuk hemodialisa atau dialisa peritoneal bila diepesankan.
Rasional: Tindakan awal untuk progresi glomerulonefritis adalah agen imunosupresif. Tindakan segera diperlukan untuk mencegah penyakit ginjal tahap akhir. Agen Cytotoxic menghambat deposisi kompleks imun di glomerulus, sedangkan kortikosteroid mengurangi inflamasi pada glomerulus. Dilalisa mungkin sementara diperlukan untuk mengeluarkan produk sisa nitrogen dan kelebuhan cairan sampai fungsi diperbaiki.
c.   Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor: anoreksia dan kehilangan protein sekunder terhadap kerusakan glomerulus.
          Intervensi :
1) Pantau :
· Hasil albumin, protein, hemoglobin, hematokrit, BUMN, dan kreatinin serum
· Persentase makanan yang dikonsumsi ada sekali makan
· Timbang berat bdan setiap minggu
Rasional: Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan ke arah atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Hemoglobin dan hemotokrit rendah menyebabkan sedikit oksigen yang tersedia untuk digunakan oleh tubuh, mengakibatkan kelelahan. Peningkatan BUM dan kreatinin serum menandakan insufisiensi ginjal dan kebutuhan dialisa.
2) Berikan lingkungan yang nyaman, bebas bau pada saat makan
Rasional : Nyeri dan bau menyebabkan anoreksia
3)  Berikan makanan sedikit dan sering. Berikan permen keras dan es batu bila pasien pada pembatasan cairan mengalami haus. Alokasi waktu pemberian cairan sehingga pasien menerima sesuatu untuk diminum saat interval reguler dan pada saat makan dan minum obat.
Rasional: Makanan sedikit-sedikit kemutngkinan menyebabkan distensi gaster, sehingga menurunkan mual. Batu es dan cairan melumasi mulut dan mencegah mukosa oral kering. Permen juga memantu memperbaiki rasa pada mulut
d.   Intoleransi aktivitas b.d perubahan produksi SDM sekunder terhadap kerusakan gunjal dan masukan nutrisi tak adekuat
Intervensi :
1) Pantau :
· Frekuensi nadi dan pernapasan sebelum dan sesudah aktivitas
· Hasil laporan JDL
Rasional: Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan ke arah atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Anemia ditunjukkan oleh hemoglobin rendah, menimbulkan kelelahan. Sehingga jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan berkurang karena jumlah SDM yang membawa oksigen lebih sedikit.
2) Berikan periode istirahat. Hindari gangguan. Batasi pengunjung bila diindikasikan
Rasional: Periode kerja singkat dengan periode istirahat menghemat konsumsi oksigen.
3)   Mungkinkan aktivitas untuk ditoleransi. Bantu dalam AKS sesuai kebutuhan. Hentikan aktivitas bila pasien mengeluh lelah, frekuensi pernapasan lebih dari 24 X/menit dan frekuensi nadi lebih dari 100x/ menit dengan kerja minimal
Rasional: Temuan ini menunjukkan intoleransi terhadap tingkat aktivitas.
3. Glomerulonefritis Progresif Cepat
     a. Definisi
   Glomerulonefritis progresif cepat adalah peradangan glomerulus yang terjadi sedemikian cepat sehingga terjadi penurunan GFR 50% dalam tiga bulan setelah awitan penyakit.
     b. Etiologi
Glomerulonefritis progresif cepat dapat terjadi akibat perburukan glomerulonefritis akut, suatu penyakit autoimun, atau tanpa diketahui sebebabnya (idiopatik).
     c. Patofisiologi
Glomerulonefritis progresif cepat berkaitan dengan proliferasi difus sel-sel glomerulus didalam ruang Bowman. Kecepatan filtrasi glomerulus menurun sehingga terjadi gagal ginjal. Sindrom Goodpasture adalah suatu jenis glomerulonefritis progresif cepat yang disebabkan oleh terbentuknya antibody yang melawan sel-sel glomerulus itu sendiri, sehingga beberapa minggu atau bulan sering timbul gagal ginjal. Awitan penyakit sering tidak jelas atau bisa juga akut, disertai pedarahan paru-paru dan hemoptisis. Gambaran linier dan imunofluoresensi menimbulkan dugaan bahwa patogenesisnya adalah suatu mekanisme nefrotoksik imun. Endapan imunoglobulin juga ditemukan disepanjang membran basalis alveolus paru-paru. Klien dapat dipertahankan hidup dengan homodialisis, tetapi dapat juga meninggal akibat perdarahan paru-paru.
     d. Pengkajian
Pada pengkajian biasanya keluhan berhubungan dengan kondisi vaskulitis Anca (antineutrophil cyitoplasmic antibodies) seperti flu ditandai dengan malaise, demam, arthralgias, mialgia, anoreksia kehilangan, dan berat. Setelah kondisi tersebut, keluhan yang paling umum adalah sakit perut, gangguan kulit dengan adanya nodul atau ulserasi. Ketika terdapat keterlibatan saluran pernafasan atas, pasien mengeluh gejala sinisitis, batuk, dan hemoptisis.



     e. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum pasien berfariasi sejauh mana dari pengaruh kerusakan dari glomerulus. Secara umum didapatkan lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran compos mentis, tetapi akan berubah apabila sistem saraf pusat mengalami gangguan sekunder dari penurunan perfusi jaringan otak dan kerusakan hantaran saraf sekunder dari obnormalitas elektrolit dan uremia. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan; pada fase awal sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan, frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

BI (Breathing)
Manifestasi infiltrat fokal yang terjadi yaitu capillaritis hemorrhagic alveolar yang mengakibatkan perubahan paru dan hemoptisis masif.
B2 (blood)
Pada sistem kardoivaskuler sering didapatkan adanya hipertensi kardiomegali, irama galop, dan tanda gagal jantug kongesti lain dapat terjadi.
B3 (Brain)
Neuropati perifer disertai hilangnya reflek tendo dan perubahan neurosensori muncul setelah penyakit terjadi pasien beresiko kejang, respons sekunder gangguan elektrolit kondisi yang lebih parah adalah kondisi yang kejang umum sebagai manifestasi dari keterlibatan pembuluh mengineal terhadap gangguan saraf pusat.
B4 (bladder)
Biasanya akan didapatkan tanda dan gejala insufisiensi renal dan gagal ginjal kronik. Penurunan urine sampai anuri. Perubahan warna urin seperti warna urin berwarna kola dari proteinuri, silinderuli, dan hematuri.
B5 (Bowl)
didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari hipersekresi asam lambung. Arteritis mengakibatkan ulkus iskemik pada saluran pencernaan menyebabkan rasa sakit dan pedarahan sehingga sering terdapat penurunan intake nutrisi dan kebutuhan.
B6 (Bone)
Biasanya didapatkan adanya vaskulitis leukositoklastik dan mempengaruhi bagian bawah kaki. Didapatkan adanya nyeri pada otot-otot rangka, nyeri sendi akibat peradangan sendi, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit dan keterbatasan gerak sendi. Terdapat kelemahan fisik secara umum sekunder dari animia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
     f. Pengkajian Diagnostik
1. Laboratorium
-     Anemia biasanya didapatkan sekunder dari gagal ginjal atau pedarahan dari saluran pencernaan dan pernafasan .
-     Perubahan nilai pemeriksaan elektrolit serum, BUN, kreatinin, laktat dehidrogenase (LDH), phosphokinase creatine (CPK), dan test fungsi hati.
-     C-reaktif protein meningkat.
-     LED meningkat
2. Radiodiagnostik
-     USG ginjal harus dilakukan untuk menyingkirkan uropati obstruktif dalam pasien dengan gagal ginjal akut.
-     Pada pasien dengan glomerulonefritis progresif cepat, USG ginjal dilakukan untuk menilai fungsi kedua ginjal sebelun bioksi ginjal perkutan.
g. Pengkajian penatalaksanaan medis
-     Terapi kombinasi kortikosteroid dan siklofosfamid
-     Dsialisis
-     Protokol lain seperti subtitusi azathioprine untuk siklofosfamid setelah periode 3bulan diberikan sebesar 2 mg/kg secara oral dalam dosis tunggal harian selama 6-12 bulan
-     Methotrexate menggantikan siklofosfamid untuk penyakit ringan dan digunakan untuk perawatan setelah terapi induksi awal
-     Plasmapheresis menjadi tambahan terapi bagi pasien dengan gagal ginjal berat (serum kreatinin >6 mg/ dL)


     g. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Resiko tinggi jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret dan darah dijalan nafas
2.    Resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosteron efek sekunder dari penurunan GFR
3.    Nyeri b.d respon peradangan sendi, peradangan otot rangka, sekunder dari peradangan arteri periver
4.    Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tidak adekuat efek sekunder dari anoreksia, mual, muntah
     h. Intervensi
          1. Resiko tinggi jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret dan darah dijalan nafas
              Tujuan: kebersihan jalan nafas kembali efektif
              Kriteria Hasil:
              Klien mampu melakukan batuk efektif
              Pernafasan klien normal (16-20kali per menit) tanpa ada penggunaan cuping hidung.
              Intervensi:
              a. Kaji fungsi pernafasan
     R/ mengetahui bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot bantu.
              b. Bantu nafas dalam dan batuk efektif
                        R/ membantu klien mengeluarkan sputum.
              c. Berikan posisi semi fowler pada pasien
R/ posisi semi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernafas.
              d. Kolaborasi pemberian obat kortikosteroid
          R/ kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bisa reaksi gancam kehidupan.
       3.   Nyeri b.d respon peradangan sendi, peradangan otot rangka, sekunder dari peradangan arteri periver
            Tujuan: nyeri berkurang atau hilang
            kriteria hasil:
            Nyeri berkurang skala nyeri 0-4
            Ekspresi pasien rileks
            Intervensi:
            a. Bantu pasien dengan teknik distraksi dan relaksasi pada pasien
                        R/ mengurangi nyeri.
            b. Istirahatkan pasien
                        R/ istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer sehingga akan meningkatkan suplai darah ke jaringan.
            c. Lakukan massase sekitar nyeri
                        R/  meningkatkan kelancaran suplai darah untuk menurunkan iskemia.
            d. Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik
                        R/ analgetik memblock lintasan nyeri sehingga berkurang.

         























BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Glomerulonefritis adalah peradangan dari membran kapiler glomerulus. Glomerulonefritis akut dapat dihasilkan dari penyakit sistemik atau penyakit glomerulus primer, tapi glomerulonefritis akut post streptococcus (juga diketahui sebagai glomerulonefritis proliferatif akut) adalah bentuk keadaan yang sebagian besar terjadi. Infeksi dapat berasal dari faring atau kulit dengan streptococcus beta hemolitik A sedangkan glomerulonefritis kronik adalah kategori heterogen  dari penyakit dengan berbagai kasus. Semua bentuk gambaran sebelumya dari glomerulonefritis dapat meningkat menjadi keadan kronik.















DAFTAR PUSTAKA

Ardiyanti Tunru. 2012. Makalah Glomerulonefritis Akut. available from: http://tackycomcom.blogspot.com/2012/04/makalah- glomerulonefritis-akut.html

(dipostkan oleh Ardiyanti TunruKamis, 19 April 2012 pukul

 

7 komentar: