BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa
merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab
yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa
pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural. Dalam
konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif digambarkan sebagai tahapan
mulai adanya faktor predisposisi, faktor presipitasi dalam bentuk stressor
pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki,
dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini
kemudian baru menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif atau
maladaptif.
Banyak
ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa yang
dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan pandangan
tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan model
psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model
eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress – adaptasi.
Masing-masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa.
Berbagai
pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi
modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang
bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya
menjadi perilaku yang adaptif (Dahlia Majnun, 2009).
B. Tujuan
Masalah
1. Tujuan Umum
Mahasiswa
mampu memahami Terapi Modalitas
2. Tujuan Khusus
a.
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Terapi
Modalitas
b.
Mahasiswa mampu memahami tujuan Terapi
Modalitas
c.
Mahasiswa mampu mengimplementasikan
jenis Terapi Modalitas
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam
memberikan askep baik di institusi maupun di masyarakat yg bermanfaat
dan berdampak terapeutik.
B.
Tujuan Terapi Modalitas
1.
menimbulkan
kesadaran terhadap salah satu perilaku klien
2.
mengurangi gejala gangguan jiwa
3.
memperlambat kemunduran
4.
membantu
adaptasi
terhadap situasi sekarang
5.
membantu
keluarga
dan orang-orang yang berarti
6.
mempengaruhi
keterampilan
merawat diri sendiri
7.
meningkatkan aktivitas
8.
meningkatkan kemandirian
(Gostetamy, 1973).
C.
Jenis Terapi Modalitas
1. Terapi
Lingkungan
a. Pengertian
Milieu Therapy, berasal
dari bahasa Perancis yang berarti perencanaan ilmiah dari lingkungan untuk
tujuan yang bersifat terapeutik atau mendukung kesembuhan.
Pengertian
lainnya adalah tindakan penyembuhan pasien melalui manipulasi dan modifikasi
unsur-unsur yang ada pada lingkungan dan berpengaruh positif terhadap fisik dan
psikis individu serta mendukung proses penyembuhan.
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata
lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive
menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit
dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh
dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas
dan interaksi.
Dalam terapi lingkungan perawat
harus memberikan kesempatan, dukungan, pengertian agar klien dapat berkembang
menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Klien juga dipaparkan pada
peraturan-peraturan yang harus ditaati, harapan lingkungan, tekanan peer, dan belajar
bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Perawat juga mendorong komunikasi dan
pembuatan keputusan, meningkatkan harga diri, belajar keterampilan dan perilaku
yang baru.
Bahwa lingkungan rumah sakit adalah
lingkungan sementara di mana klien akan kembali ke rumah, maka tujuan dari
terapi lingkungan ini adalah memampukan klien dapat hidup di luar lembaga yang
diciptakan melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk beralih dari
lingkungan rumah sakit ke lingkungan rumah tinggalnya.
b.
Tujuan
Membantu
Individu untuk mengembangkan rasa harga diri, mengembangkan kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, membantu belajar mempercayai orang lain, dan
mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat.
Menurut Stuart dan Sundeen:
1. Meningkatkan
pengalaman positif pasien khususnya yang mengalami gangguan mental, dengan cara
membantu individu dalam mengembangkan harga diri.
2. Meningkatkan
kemampuan untuk berhubungan denagan orang lain
3. Menumbuhkan
sikap percaya pada orang lain
4. Mempersiapkan
diri kembali ke masyarakat, dan
5. Mencapai
perubahan yang positif
c.
Karakteristik
Lingkungan
harus bersifat terapeutik yaitu: mendorong terjadi proses penyembuhan,
lingkungan tersebut harus memiliki karakteristik sbb:
1. Pasien merasa
akrab dengan lingkungan yang diharapkannya.
2. Pasien merasa senang
/nyaman.dan tidak merawsa takut dengan lingkungannya.
3. Kebutuhan-kebutuhan
fisik pasien mudah dipenuhi
4. Lingkungan
rumah sakit/ bangsal yang bersih
5. Lingkungan
menciptakan rasa aman dari terjadinya luka akibat impuls-impuls pasien.
6. Personal dari
lingkungan rumah sakit/bangsal menghargai pasien sebagai individu yang memiliki
hak, kebutuhan dan pendapat serta menerima perilaku pasien sebagai respon
adanya stress.
7. Lingkungan yang
dapat mengurangi pembatasan-pembatasan atau larangan dan
memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan pilihannya dan
membentuk perilaku yang baru.
Disamping hal tersebut
terapi lingkungan harus memiliki karakteristik:
1.
Memudahkan perhatian terhadap apa yang
terjadi pada individu dan kelompok selama 24 jam.
2.
Adanya proses pertukaran informasi.
3.
Pasien merasakan keakraban dengan
lingkungan.
4.
Pasien merasa senang, nyaman, aman, dan
tidak meraswa takut baik dari ancaman psikologis maupun
ancaman fisik.
5.
Penekanan pada sosialisasi dan interaksi
kelompok dengan focus komunikasi terapeutik.
6.
Staf membagi tanggung jawab bersama
pasien.
7.
Personal dari lingkungan manghargai
klien sebagai individu yang memiliki hak, kebutuhan, dan tanggung jawab.
8.
Kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi.
d.
Jenis-jenis lingkungan
1. Lingkungan Fisik
Aspek
terapi lingkungan meliputi semua gambaran yang konkrit yang merupakan bagian
eksternal kehidupan rumah sakit. Setting nya meliputi:
a.
Bentuk dan struktur bangunan.
b.
Pola interaksi antara masyarakat dengan
rumah sakit.
Tiga
aspek yang mempengaruhi terwujudnya lingkungan fisik terapeutik:
a.
Lingkungan fisik yang tetap.
b.
Lingkungan fisik semi tetap.
c.
Lingkungan fisik tidak tetap.
2. Lingkungan Fisik Tetap
Mencakup struktur dari bentuk
bangunan baik eksternal maupun internal. Bagian eksternal meliputi struktur
luar rumah sakit, yaitu lokasi dan letak gedung sesuai dengan program pelayanan
kesehatan jiwa, salah satunya kesehatan jiwa masyarakat. Berada di
tengah-tengah pemukiman penduduk atau masyarakat sekitarnya serta tidak diberi
pagar tinggi. Hal ini secara psikologis diharapkan dapat membantu memelihara
hubungan terapeutik pasien dengan masyarakat. Memberikan kesempatan pada
keluarga untuk tetap mengakui keberadaan pasien serta menghindari kesan
terisolasi.
Bagian
internal gedung meliputi penataan struktur sesuai keadaan rumah tinggal yang
dilengkapi ruang tamu, ruang tidur, kamar mandi tertutup, WC, dan ryang makan.
Masing-masing ruangan tersebut diberi nama dengan tujuan untuk memberikan
stimulasi pada pasien khususnya yang mengalami gangguan mental, merangsang
memori dan mencegah disorientasi ruangan.
Setiap ruangan harus
dilengkapi dengan jadwal kegiatan harian, jadwal terapi aktivitas kelompok,
jadwal kunjungan keluarga, dan jadwal kegiatan khusus misalnya rapat ruangan.
3. Lingkungan Fisik
Semi Tetap
Fasilitas-fasilitas berupa
alat kerumahtanggaan meliputi lemari, kursi, meja, peralatan dapur, peralatan
makan, mandi, dsb. Semua perlengkapan diatur sedemikian rupa sehingga
memungkinkan pasien bebas berhubungan satu dengan yang lainnya serta menjaga
privasi pasien.
4. Lingkungan Fisik Tidak Tetap
Lebih ditekankan pada jarak
hubungan interpersonal individu serta sangat dipengaruhi oleh social budaya.
5. Lingkungan Psikososial
Lingkungan
yang kondusif yaitu fleksibel dan dinamis yang memungkinkan pasien berhubungan
dengan orang lain dan dapat mengambil keputusan serta toleransi terhadap
tekanan eksternal.
a.
Komunikasi terapeutik, sikap bersahabat dan perasaan
empati.
b.
Observasi pasien tiap 15 menit.
c.
Jelaskan tujuan pengikatan/pengekangan secara
berulang-ulang.
d.
Penuhi kebutuhan fisik pasien.
e.
Libatkan keluarga.
Beberapa prinsip yang perlu diyakini
petugas kesehatan dalam berinteraksi dengan pasien:
1.
Tingkah laku dikomunikasikan dengan jelas untuk
mempertahankan, mengubah tingkah laku pasien.
2.
Penerimaan dan pemeliharaan tingkah laku pasien
tergantung dari tingkah laku partisipasi petugas kesehatan dan keterlibatan
pasien dalam kegiatan belajar.
3.
Perubahan tingkah laku pasien tergantung pada perasaan
pasien sebagai anggota kelompok dan pasien dapat mengikuti atau mengisi
kegiatan.
4.
Kegiatan sehari-hari mendorong interaksi antara pasien.
5.
Mempertahankan kontak dengan lingkungan misalnya adanya
kalender harian dan adanya papan nama dan tanda pengenal bagi petugas kesehatan.
e.
Peran Perawat dalam Terapi Lingkungan
1.
Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman
a.
Perawat menciptakan dan mempertahankan iklim/suasana
yang akrab, menyenangkan, saling menghargai di antara sesame perawat,
petugas kesehatan, dan pasien.
b.
Perawat yang menciptakan suasana yang aman dari
benda-benda atau keadaan-keadaan yang menimbulkan terjadinya
kecelakaan/luka terhadap pasien atau perawat.
c.
Menciptakan suasana yang nyaman.
d.
Pasien diminta berpartisipasi melakukan kegiatan bagi
dirinya sendiri dan orang lain seperti yang biasa dilakukan di rumahnya.
Misalnya membereskan kamar.
2.
Penyelenggara proses sosialisasi
a.
Membantu pasien belajar berinteraksi dengan orang lain,
mempercayai orang lain, sehingga meningkatkan harga diri dan berguna bagi
orang lain.
b.
Mendorong pasien untuk berkomunikasi tentang ide-ide,
perasaan dan perilakunya secara terbuka sesuai dengan aturan di dalam
kegiatan-kegiatan tertentu.
c.
Melalui sosialisasi pasien belajar tentang
kegiatan-kegiatan atau kemampuan yang baru, dan dapat dilakukannya sesuai
dengan kemampuan dan minatnya pada waktu yang luang.
3.
Sebagai teknis perawatan
Fungsi perawat adalah
memberikan/memenuhi kebutuhan dari pasien, memberikan obat-obatan yang telah
ditetapkan, mengamati efek obat dan perilaku-perilaku yang menonjol/menyimpang
serta mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dalam terapi tersebut.
4.
Sebagai leader atau pengelola.
Perawat harus mampu mengelola
sehingga tercipta lingkungan terapeutik yang mendukung penyembuhan dan
memberikan dampak baik secara fisik maupun secara psikologis kepada pasien.
f. Jenis-jenis
Kegiatan Terapi Lingkungan
a.
Terapi
rekreasi
yaitu
terapi yang menggunakan kegiatan pada waktu luang, dengan tujuan pasien dapat
melakukan kegiatan secara konstruktif dan menyenangkan serta mengembangkan
kemampuan hubungan sosial.
b. Terapi kreasi
seni
Perawat
dalam terapi ini dapat sebagai leader
atau bekerja sama denagn orang lain yang ahli dalam bidangnya karena
harus sesuai dengan bakat dan minat.
c. Dance therapy/ menari
d. Terapi musik
e.
Terapi dengan menggambar/melukis Dengan
menggambar akan menurunkan ketegangan dan memusatkan pikiran yang ada.
f.
Literatur/ biblio therapy
Terapi
dengan kegiatan membaca seperti novel, majalah, buku-buku dan kemudian mendiskusikannya. Tujuannya adalah
untuk mengembangkan wawasan diri dan bagaimana mengekspresikan
perasaan/pikiran dan perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang ada.
g. Pettherapy
Terapi
ini bertujuan untuk menstimulasi respon pasien yang tidak mampu mengadakan hubungan
interaksi dengan orang-orang dan pasien biasanya merasa kesepian, menyendiri.
h. Planttherapy
Terapi ini bertujuan untuk mengajar
pasien untuk memelihara segala sesuatu/mahluk hidup, dan membantu hubungan yang
akrab antara satu pribadi kepada pribadi lainnya.
2. Terapi Keluarga
a. Pengertian
Terapi keluarga adalah model terapi
yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi
masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern & Pinsof, 1986).
Terapi keluarga merupakan pendekatan
terapeutik yang melihat masalah individu dalam konteks lingkungan khususnya
keluarga dan menitik beratkan pada proses interpersonal. Tetapi keluarga
merupakan intervensi spesifik dengan tujuan membina komunikasi secara terbuka
dan teraksi keluarga secara sehat.
b. Tujuan
1.
Menurunkan konflik kecemasan keluarga
2.
Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan
masing-masing anggota keluarga.
3.
Meningkatkan kemampuan penanganan terhadap krisis.
4.
Mengembangkan hubungan peran yang sesuai
5.
Membantu keluarga menghadapi tekanan dari dalam maupun
dari luar anggota keluarga.
6.
Meningkatkan kesehatan jiwa keluarga sesuai dengan
tingkat perkembangan anggota keluarga.
c. Perkembangan
Penelitian mengenai terapi keluarga
dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang Antropologis bernama Gregory Bateson
yang meneliti tentang pola komunikasi pada keluarga pasien skizofrenia di Palo
Alto, California.
Pada pertengahan 1970-an, masyarakat
prefesional mulai menganggap serius perspektif dan terapi keluarga. Sejalan
dengan itu, buku-buku dan artikel-artikle bermunculan, begitu juga program
pelatihan terapi keluarga (Gale dan Long, 1996)
Munculnya buku-buku semipopuler sejak
tahun 1968 hingga 1992 memberikan pandangan dan proses yang melekat pada
kehidupan perkawinan dan pasangan yang senantiasa berubah.
Perkembangan dari fokus pada individu,
psikodinamik berdasarkan psikoterapi ke fokus pada keluarga sebagai unit dari
terapi, dikemukakan of Jones sebagai " Sceentific Revoketion ".
Penggunaan terapi keluarga ini yaitu
untuk mengerti perilaku manusia, khususnya disfungsi manusia. Berikut ini
adalah asumsi yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan pendekatan
–pendekatan dalam praktek perawatan kesehatan.
Keluarga merupakan unti sosial dasar
dalam fungsi manusia.
Keluarga adalah fenomena sosial yang multikultural dan multidimensi.
Keluarga mempengaruhi seluruhnya sistem sosial baik pada perkembangan maupun kelangsungan perilaku seseorang.
Keluarga adalah fenomena sosial yang multikultural dan multidimensi.
Keluarga mempengaruhi seluruhnya sistem sosial baik pada perkembangan maupun kelangsungan perilaku seseorang.
Sebagai satu sistem sosial dasar
keluarga mempunyai fungsi utama untuk mentransfer nilai budaya dan tradisi
melalui generasinya. Perkembangan dan peningkatan sistem keluarga melalui
organisasi yang kompleks berlangsung melalui tahap –tahap perkembangan. Individu
juga berkembang melalui tahap –tahap perkembangan dan perjalanan ini umumnya terjadi
dalam konteks keluarga.
Keluarga mengalami transisi dalam
periste\iwa perkembangan seperti : melahirkan, meninggal, dan menikah. Kejadian
ini menimbulkan perubahan pada anggota dan komposisi dari sistem keluarga. Keluarga
memproses dan mengembangkan kekuatan dan sumber internal. Diantara sumber
–sumber tersebut adalah kemampuan untuk beradaptasi dan berubah dalam respon
terhadap kebutuhan internal dan eksternal.
Perubahan dalam struktur dan proses
keluarga menunjukkan perubahan dalam seluruh anggota keluarganya. Perubahan
dalam perilaku dan fungsi individu sebagai anggota keluarga berpengaruh
terhadap sistem keluarga dan seluruh anggota keluarga lainnya. Keluarga sebagai
sistem adalah lebih dari sejumlah fungsi dari tiap –tiap individu dari
anggotanya. Perubahan dalam struktur dan fungsi keluarga dapat difasilitasi
melalui terapi keluarga.
d. Kerangka teoritis
Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi
keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman,
Kniskern & Pinsof, 1986).
Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada
terapi individual mempunyai konsekuensi dan konteks sosial. Contohnya, klien
yang menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual, bisa terganggu
lagi setelah kembali pada keluarganya.
Terapi keluarga didasarkan pada teori system (Van Bertalanffy, 1968) yang
terdiri dari 3 prinsip :
Pertama, adalah kausalitas sirkular, artinya
peristiwa berhubungan dan saling bergantung bukan ditentukan dalam sebab satu
arah–efek perhubungan.
Kedua, ekologi, mengatakan bahwa system
hanya dapat dimengerti sebagai pola integrasi, tidak sebagai kumpulan dari
bagian komponen. Dalam system keluarga, perubahan perilaku salah satu anggota
akan mempengaruhi yang lain.
Ketiga, adalah subjektivitas yang artinya
tidak ada pandangan yang objektif terhadap suatu masalah, tiap anggota keluarga
mempunyai persepsi sendiri dari masalah keluarga.
Ketika
masalah muncul, terapi akan berusaha untuk mengidentifikasi masalah keluarga
atau komunikasi keluarga yang salah, untuk mendorong semua anggota keluarga
mengintrospeksi diri menyangkut masalah yang muncul. Tujuan umum terapi
keluarga adalah meningkatkan komunikasi karena keluarga bermasalah sering
percaya pada pemahaman tentang arti penting dari komunikasi (Patterson, 1982).
Terapis keluarga biasa dibutuhkan
ketika :
1. Krisis keluarga yang mempengaruhi
seluruh anggota keluarga.
2. Ketidak harmonisan seksual atau
perkawinan
3. Konflik keluarga dalam hal norma
atau keturunan
Beberapa teori
yang mendasari terapi keluarga adalah :
Psychodynamik Family
Therapy.
Safir mengatakan bahwa
ada hubungan antara psikopatologi individual dengan dinamika keluarga.
Contoh :seseorang yang
mempunyai harga diri rendah akan menampilkan suatu " False Self" yang
ditampilkan pada saat yang sama diajuga takut kecewa dan sulit mempercayai
orang lain termasuk pasangan hidupnya. Hal ini menyebabkan kesulitan yang
serius dalam perkawinannya.
Tujuan dari terapi keluarga yang berorientasi psikodinamika
yaitu untuk menolong anggota keluarga mencapai suatu pengertian tentang dirinya
dan caranya beraksi satu sama lain di dalam keluarga.
Di sini anggota keluarga didorong kearah asosiasi bebas
dengan membiarkan pikiran mereka berjalan bebas tanpa sensor alam sadar dan
memverbalisasilan pikirannya. Terapist hendaknya dab tudak secara aktif
melakukan intervensi juga hindari memberi saran dan memanipulasi keluarga.
Behavioural
Family Therapy
Terapi perilaku dalam
keluarga diawali dengan mempelajari pola perilaku keluarganya untuk menentukan
keadaan yang menimbulkan masalah perilaku itu.
Berdasarkan analisis ini, terapist membuat rencana untuk merubah keadaan tersebut dengan cara intervensi langsung dalam keluarga.
Berdasarkan analisis ini, terapist membuat rencana untuk merubah keadaan tersebut dengan cara intervensi langsung dalam keluarga.
Tujuan utamanya adalah
meningkatkan perilaku yang positif yang diinginkan dan menghilangkan perilaku
negatif. Hal ini dilakukan dengan mengatur keluarga sehingga perilaku yang diinginkan
diperkuat dengan memberi " Reward ".
Group
Therapy Approaches
Terapi kelompok dapat
diterapkan didalam keluarga.
Tujuannya adalah
menolong anggota keluarga mendapatkan insight melalui proses interaksi didalam
kelompok. Peranan terapist adalah sebagai fasilitator dan kadang – kadang
menginter pretasi apa yang terjadi pada anggota kelompok.
Terapi keluarga
menggunakan teori komunikasi proses komunikasi yang terjadi didalam keluarga
dapat dijelaskan sebagai berikut :
Komunikasi
dan kognisi
Terapist dari kelompok
ini menaruh perhatian untuk menolong keluarga dan menjelaskan arti komunikasi
yang terjadi diantara mereka. Terapist menyuruh anggota keluarga meneliti apa
yang dimaksud oleh anggota keluarga yang lain saat menyatakan sesuatu.
Terapist juga memperhatikan
punktuasi dari proses komunikasi yang terjadi pada keluarga dengan tujuan
memperjelas kesalah pengertian, juga diperhatikan bahwa non verbal yang
digunakan.
Komunikasi
dan kekuatan
Haley mengatakan bahwa
bila seseorang mengkomunikasikan pesan pada orang lain berati dia sedang
membuat siasat untuk menentukan hubungan.
Contoh : orang tua
bertanggung jawab terhadap anak – anak dan dia punya hak untuk membatasi
perilaku anak jika anak sudah besar, dia punya hak sendiri untuk mengambil
keputusan. Cara ini sering ditemukan pada terapi struktural dimana tujuan
proses, terapi untuk merubah posisi dari batasan diatara sub sistem yang
berbeda dalam keluarga.
Komunikasi
dan Perasaan.
Virginia safir adalah
orang yang banyak memberi penekanan komunikasi dari perasaan.
Dikatakan bahwa pasangan perkawinan yang mempunyai kebutuhan emosional diharapkan ditentukan dalam perkawinan jika kita menemukan kebutuhan emosional hari setiap orang maka komunikasi perasaan ini sangat penting artinya : Tujuan dari terapi adalah memperbaiki bila terdapat ketidakpuasan.
Dikatakan bahwa pasangan perkawinan yang mempunyai kebutuhan emosional diharapkan ditentukan dalam perkawinan jika kita menemukan kebutuhan emosional hari setiap orang maka komunikasi perasaan ini sangat penting artinya : Tujuan dari terapi adalah memperbaiki bila terdapat ketidakpuasan.
Structural
Family Therapy.
Dikembangkan oleh
Salvador Minuchin.
Perlu dinilai 6 aspek
dari fungsi keluarga.
Struktur keluarga yang
terdiri dari susunan yang mengatur transaksi diatara anggota keluarga.
Fleksibilitas dari fungsi keluarga dan kemampuannya untuk berubah.
" The Family Resonance " pada anggota keluarga dapat saling terikat atau saling merenggang.
Konteks kehidupan keluarga ini merupakan supra sistem yang teridiri dari keluarga besar, tetangga lingkungan kerja, lingkungan sekolah dari anggota keluarga supra sistem bisa merupakan sumber stress atau sumber supprot dari lingkungan.bisa merupakan.
Fleksibilitas dari fungsi keluarga dan kemampuannya untuk berubah.
" The Family Resonance " pada anggota keluarga dapat saling terikat atau saling merenggang.
Konteks kehidupan keluarga ini merupakan supra sistem yang teridiri dari keluarga besar, tetangga lingkungan kerja, lingkungan sekolah dari anggota keluarga supra sistem bisa merupakan sumber stress atau sumber supprot dari lingkungan.bisa merupakan.
Tingkatan
perkembangan keluarga
Cara keluarga
memperlakukan gejala – gejala yang terdapat pada anggota keluarga yang sakit.
Terapist memulai terapi
dengan cara bergabung dengan keluarga dan berpartisipasi dalam transaksi,
sehingga terapist dapat mengobservasi aspek tertentu dari fungsi keluarga dan
struktur keluarga tersebut. Kemudian tentukan seberapa jauh gejala dari pasien
atau masalah keluarga berkaitan dengan fungsi keluarga (struktur keluarga).
Jika berkaitan maka intervensi merubah struktur diperlukan.
e.
Indikasi
Terapi
keluarga akan sangat bermanfaat jika digunakan pada kasus yang tepat.
Indikasi terapi keluarga menurut walrond skinner adalah :
Indikasi terapi keluarga menurut walrond skinner adalah :
Gejala
yang timbul merupakan ekspresi disfungsi dari sistem keluarga.
Gejala yang timbul lebih menyebabkan beberapa perubahan dalam hubungan anggota keluargannya dapat merupakan masalah secara individual.
Gejala yang timbul lebih menyebabkan beberapa perubahan dalam hubungan anggota keluargannya dapat merupakan masalah secara individual.
Kesulitan
berpisah.
Terapi
keluarga yang berorientasi psikomaktika menyatakan bahwa terapi keluarga akan
berguna pada keluarga – keluarga dapat fungsi yang didasari oleh paranoid
Skizoid, hubungan yang " part object " kurangnya " ego
goundaries " dan terlalu banyakmemamakai denial projeksi. a "
Saverely Disorganized Family " dan keadaan sosial ekonomi yang sangat
buruk.
f. Teknis
Terapi keluarga dilakukan
dengan menggunakan tehnik berikut :
Terapi Keluarga Berstruktur.
Terapi Keluarga Berstruktur.
Terapi
keluarnya berstruktur adalah suatu kerangka teori tehnik pendekatan individu
dalam konteks sosialnya.
Tujuan
adalah mengubah organisasi keluarga.
Terapi
keluarga berstruktur memepergunakan proses balik antara lingkungan dan orang
yang terlibat perubahan– perubahan yang ditimbulkan oleh seseorang terhadap
sekitarnya dan cara–cara dimana umpan balik terhadap perubahan perubahan tadi
mempengaruhi tindakan selanjutnya. Terapi keluarga mempergunakan tehnik – tehnik
dan mengubah konteks orang–orang terdekat sedemikian rupa sehingga posisi
mereka berubah dengan mengubah hubungan antara seseorang dengan konteks yang
akrab tempat dia berfungsi, kita mengubah pengalaman subyektifnya.
Terapi Individu / Perorangan
Melihat
individu sebagai suatu tempat yang patologis dan mengumpulkan data yang di
peroleh dari atau tentang individu tadi.
Pada
terapi perorangan dilakukan pengungkapan pikiran dan perasaan tentang
kehidupannya sekarang, dan orang – orang didalamnya. Riwayatnya perkembangan
konfliknya dengan orang tua dan saudara – saudaranya.
Bila
akan dirujuk ke dalam terapi keluarga maka terapist akan mengekporasi interaksi
individu dalam konteks hidup yang berarti.
Dalam
wawancara keluarga terapist mengamati hubungan individu dengan anggota keluarga
lainnya dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga.
h. Karakteristik
1.
Mempertahankan keseimbangan, fleksibel & adaptif
perubahan tahap transisi dalam hidup.
2.
Problem emosi merupakan bagian dari fungsi tiap
individu
3.
Kontak emosi dipertahankan oleh tiap generasi &
antar keluarga
4.
Hubungan antar keluarga yang erat & hindari
menjauhi masalah
5.
Perbedaan antar anggota keluarga mendorong untuk
meningkatkan pertumbuhan & kreativitas individu.
6.
Orang tua & anak hubungan terbuka.
i. Peran Perawat
1.
mendidik kembali dan mengorientasikan kembali seluruh
anggota keluarga
2.
memberikan dukungan kepada klien serta sistem yang
mendukung klien untuk mencapai tujuan dan usaha untuk berubah
3.
mengkoordinasi dan mengintegrasikan sumber pelayanan
kesehatan.
4.
memberi penyuluhan, perawatan di rumah, psiko edukasi,
dll.
Aktifitas
:
1.
Komponen dikdaktik : memberikan informasi & pendkes
tentang gangguan jiwa, sistem keswa & yankep.
2.
Komponen ketrampilan : latihan komunikasi, asertif,
menyelesaikan konflik, mengatasi perilaku & stress
3.
Komponen emosi : memberikan kesempatan untuk
memvalidasi perasaan & bertukar pengalaman
4.
Komponen proses keluarga fokus pada koping keluarga
& gejala sisa terhadap keluarga.
5.
Komponen sosial : meningkatkan penggunaan dukungan
jaringan formal/informal untuk klien & keluarga
Selain Peran perawat yang perlu
diperhatikan juga adalah bagaimana perawat membantu serta mendorong keluarga
untuk terlibat dalam mencegah klien kambuh.
3. Terapi Okupasi
a. Pengertian
Terapi
kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini
berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan
dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak
tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
b. Fungsi dan Tujuan
Adapun tujuan
terapi okupasi menurut Riyadi dan Purwanto (2009), adalah:
1.
Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental:
a.
Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat
mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan
masyarakat sekitarnya.
b.
Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.
c.
Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan
kondisinya.
d.
Membantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan
diagnosa dan terapi.
2. Terapi khusus untuk
mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan gerak, sendi, otot dan koordinasi
gerakan.
3. Mengajarkan ADL seperti
makan, berpakaian, BAK, BAB dan sebagainya.
4. Membantu klien menyesuaikan
diri dengan tugas rutin di rumah.
5. Meningkatkan toleransi kerja,
memelihara dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki.
6. Menyediakan berbagai macam
kegiatan agar dicoba klien untuk mengetahui kemampuan mental dan fisik,
kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat, minat dan potensinya.
7. Mengarahkan minat dan hobi
untuk dapat digunakan setelah klien kembali di lingkungan masyarakat.
c. Peranan aktivitas dalam terapi okupasi
Muhaj
(2009), mengungkapkan aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi, sangat dipengaruhi
oleh konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang tersedia, dan
juga oleh kemampuan si terapi sendiri (pengetahuan, keterampilan, minat dan
kreativitasnya).
1. Jenis
Jenis
kegiatan yang dapat dilakukan meliputi: latihan gerak badan, olahraga,
permainan tangan, kesehatan, kebersihan, dan kerapian pribadi, pekerjaan
sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti dengan mengajarkan
merapikan tempat tidur, menyapu dan mengepel), praktik pre-vokasional, seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain),
rekreasi (tamasya, nonton bioskop atau drama), diskusi dengan topik tertentu
(berita surat kabar, majalah, televisi, radio atau keadaan lingkungan) (Muhaj,
2009).
2.
Aktivitas
Aktivitas adalah segala macam
aktivitas yang dapat menyibukan seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu
media untuk belajar dan berkembang, sekaligus sebagai sumber kepuasan emosional
maupun fisik. Oleh karena itu setiap aktivitas yang digunakan harus mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan
terapi yang jelas. Jadi, bukan hanya sekedar menyibukkan klien.
b. Mempunyai arti tertentu bagi klien,
artinya dikenal oleh atau ada hubungannya dengan klien.
c. Klien harus mengerti tujuan
mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa kegunaanya terhadap upaya penyembuhan
penyakitnya.
d. Harus dapat melibatkan klien secara
aktif walaupun minimal.
e. Dapat mencegah lebih beratnya
kecacatan atau kondisi klien, bahkan harus dapat meningkatkan atau setidaknya
memelihara kondisinya.
f. Harus dapat memberi dorongan agar
klien mau berlatih lebih giat sehingga dapat mandiri.
g. Harus sesuai dengan minat, atau
setidaknya tidak dibenci olehnya.
h. Harus dapat dimodifikasi untuk
tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan kemampuan klien.
d. Katakteristik
Riyadi
dan Purwanto, (2009), mengemukakan bahwa karateristik dari aktivitas terapi
okupasi, yaitu: mempunyai tujuan jelas, mempunyai arti tertentu bagi klien,
harus mampu melibatkan klien walaupun minimal, dapat mencegah bertambah
buruknya kondisi, dapat memberi dorongan hidup, dapat dimodifikasi, dan dapat
disesuaikan dengan minat klien.
e. Analisa Aktivitas
Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan
bahwa analisa dari kegiatan terapi okupasi, meliputi: jenis kegiatan yang dilakukan
seperti latihan gerak badan atau pekerjaan sehari-hari, maksud dan tujuan dari
kegiatan dilakukan dan manfaatnya bagi klien, sarana atau alat atau aktivitas
dilakukan disesuaikan dengan jenis kegiatan yang dilakukan, persiapan terhadap
sarana pendukung dan klien maupun perawat, pelaksanaan dari kegiatan yang telah
direncanakan, kontra indikasi dan disukai klien atau tidak disukai yang
disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh klien.
f. Tindakan Terapi
Adapun proses
dari terapi okupasi, sebagai berikut:
1.
Pengumpulan data, meliputi data tentang identitas
klien, gejala, diagnosis, perilaku dan kepribadian klien. Misalnya klien mudah
sedih, putus asa, marah.
2.
Analisa data dan identifikasi masalah dari data yang
telah dikaji ditegakkan diagnosa sementara tentang masalah klien maupun
keluarga.
3.
Penentuan tujuan dan sasaran dari diagnosa yang
ditegakkan dapat dibuat sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.
4.
Penentuan aktivitas jenis kegiatan yang ditentukan
harus disesuaikan dengan tujuan terapi.
5.
Evaluasi kemampuan klien, inisiatif, tanggungjawab,
kerjasama, emosi dan tingkah laku selama aktivitas berlangsung. Dari hasil
evaluasi rencanakan kembali kegiatan yang sesuai dan akan dilakukan. Evaluasi
dilakukan secara periodik, misalnya 1 minggu sekali dan setiap selesai
melaksanakan kegiatan.
g.
Pelaksanaan Terapi
Terapi okupasi dapat dilakukan secara
individu maupun kelompok tergantung dari kondisi klien dan tujuan terapi.
1.
Metode
a. Individual: dilakukan untuk
klien baru masuk, klien yang belum mampu berinteraksi dengan kelompok dan klien
lain yang sedang menjalani persiapan aktivitas.
b. Kelompok: klien dengan masalah
sama, klien yang lama dan yang memiliki tujuan kegiatan yang sama. Jumlah
anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar
antara 5-12 orang (Keliat dan Akemat, 2005). Jumlah anggota kelompok kecil
menurut Stuart dan Laraia (2001, dalam Keliat dan Akemat, 2005) adalah 7-10
orang, Rawlins, Williams, dan Beck (1993, dalam Keliat dan Akemat, 2005) menyatakan
jumlah anggota kelompok adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar
akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan,
pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi
dan interaksi yang terjadi. Johnson (dalam Yosep, 2009) menyatakan terapi
kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8 anggota karena interaksi dan reaksi
interpersonal yang terbaik terjadi pada kelompok dengan jumlah sebanyak itu.
Apabila keanggotaanya lebih dari 10, maka akan terlalu banyak tekanan yang
dirasakan oleh anggota sehingga anggota merasa lebih terekspos, lebih cemas,
dan seringkali bertingkah laku irrasional.
2.
Waktu
Terapi dilakukan 1-2 jam setiap
sesi baik metode individual maupun kelompok dengan frekuensi kegiatan per sesi
2-3 kali dalam seminggu. Setiap kegiatan dibagi menjadi 2 bagian, pertama: ½-1 jam yang
terdiri dari tahap persiapan dan tahap orientasi, kedua: 1-1/2 jam yang terdiri
dari tahap kerja dan tahap terminasi (Riyadi dan Purwanto, 2009).
4. Psikoterapi Suportif
a. Pengertian
Psikoterapi adalah cara pengobatan
dengan ilmu kedokteran terhadap gangguan mental emosional dengan mengubah pola pikiran, perasaan, dan
perilaku agar terjadi keseimbangan dalam diri individu tersebut.
Dalam
psikoterapi sangat diperlukan
hubungan yang baik antara dokter dan pasien.
b. Tujuan
1. Menguatkan daya tahan mental yang telah dimilikinya
2. Mengembangkan mekanisme daya
tahan mental yang baru dan yang
lebih baik untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri
3. Meningkatkan kemampuan
adaptasi terhadap lingkungan
c. Jenis Terapi
1. Ventilasi
Psikoterapi ventilasi adalah
bentuk psikoterapi yang memberi
kesempatan seluas-luasnya kepada pasien untuk mengemukakan isi hatinya dan
sebagai hasilnya ia akan merasa lega serta keluhannya akan berkurang.
a.
Sikap terapis: menjadi pendengar yang baik dan penuh pengertian
b.
Topik pembicaraan: permasalahan yang menjadi stres yang utama
2. Persuasi
Persuasi adalah psikoterapi suportif yang dilakukan dengan menerangkan secara
masuk akal tentang gejala-gejala penyakitnya yang timbul akibat cara berpikir,
perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang dihadapinya.
a.
Sikap terapis:
1. Terapis berusaha membangun,
mengubah, dan menguatkan impuls tertentu serta membebaskannya dari impuls yang
mengganggu secara masuk akal dan sesuai hati nurani
2. Berusaha meyakinkan pasien
dengan alasan yang masuk akal bahwa gejalanya akan hilang
b. Topik pembicaraan: ide dan
kebiasaan pasien yang mengarah pada terjadinya gejala.
3. Psikoterapi reassurance
Psikoterapi
reassurance adalah psikoterapi yang berusaha meyakinkan kembali
kemampuan pasien bahwa ia sanggup mengatasi masalah yang dihadapinya.
a. Sikap terapis: meyakinkan
secara tegas dengan menunjukkan hasil-hasil yang telah dicapai pasien.
b. Topik pembicaraan: pengalaman
pasien yang berhasil nyata
4.
Psikoterapi sugestif
Psikoterapi sugestif adalah psikoterapi
yang berusaha menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gejala-gejala
gangguannya akan hilang.
a. Sikap terapis: meyakinkan
dengan tegas bahwa gejala pasien pasti hilang
b. Topik pembicaraan:
gejala-gejala bukan karena kerusakan organik/fisik dan timbulnya gejala-gejala
tersebut adalah tidak logis
5. Bimbingan
Bimbingan adalah psikoterapi
yang memberi nasihat dengan penuh wibawa dan pengertian
a. Sikap terapis: menyampaikan nasihat
dengan penuh wibawa dan pengertian
b. Topik pembicaraan: cara
hubungan antar manusia, cara berkomunikasi, dan cara bekerja dan belajar yang
baik
6. Penyuluhan
Penyuluhan
atau konseling adalah psikoterapi yang membantu pasien mengerti dirinya
sendiri secara lebih baik, agar ia dapat mengatasi permasalahannya dan dapat
menyesuaikan diri.
a.
Sikap terapis: menyampaikan secara halus dan penuh kearifan.
b.
Topik pembicaraan: masalah pendidikan, pekerjaan, pernikahan, dan pribadi
DAFTAR PUSTAKA
KeperawatanNers. 2013. Terapi
Lingkungan. http://keperawatanners.wordpress.com
Chaplin, JP.
1968. Dictionary of Psychology (Kamus Lengkap Psikologi). M: 355.
Terjemahan oleh Dr. Kartini Kartono. 1981. Jakarta : Raja Grafindo
Sundberg, D,
Winebarger, A, Taplin, J. 2007. Psikologi Klinis. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Wiramihardja,
S.A. 2004. Pengantar Psikologi Klinis (Edisi Revisi). Bandung : Refika
Aditama
Friedman,
Marlyn M. 1998. Praktik Keperawatan Keluarga: Teori, Pengkajian, Diagnosa, dan
Intervensi. Toronto: Appleton&Lange.
Hershenson,
David B.; Power, Paul W.; & Waldo, Michael. 1996. Community Counseling,
Contemporer Theory and Practice.
Massachusetts,
A Simon & Scuster Company. Imbercoopersmith, Evan. 1985. Teaching Trainee
To Think In Triad. Journal of Marital and Family Therapy, Vol.11, No.1,61-66.
Kendall, Philip
C. & Norton-Ford, Julian. Professional Dimension Scientific and
Professional Dimension. USA, John Willey and Sons, Inc.
Perez,
Joseph F. 1979. Family Counseling : Theory and Practice. New York, Van
Nostrand, Co.
Yosef, Iyus.
2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Cortinash, KM and Holeday Worret, P.A.
Psychyatric Nursing care Plan, St. Louis ; Mosby year Book, 1991.
Mc Farland, Gertrude K. and Themas M.D,
Psychiatric Mental Health Nursing, St. Louis : The CV. Mosby Co. 1987.
Made Winarta. 2012. Terapi Okupasi.
available from: http://wirnursing.blogspot.com/2012/03/terapi-okupasi.html
(dipostkan
oleh Madw Winarta pada Senin, 19 Maret 2012)
Keliat, B.A. dan Akemat.
2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas
Kelompok. Jakarta: EGC.
Muhaj, K. 2009. Terapi
Okupasi dan Rehabilitasi. Available: http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/terapi-okupasi-dan-rehabilitasi.html.
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar