Sabtu, 20 Juli 2013

Terapi Modalitas




BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
              Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif digambarkan sebagai tahapan mulai adanya faktor predisposisi, faktor presipitasi dalam bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki, dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini kemudian baru menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif atau maladaptif.
              Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress – adaptasi. Masing-masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa.
              Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif (Dahlia Majnun, 2009).
B. Tujuan Masalah
     1. Tujuan Umum
          Mahasiswa mampu memahami Terapi Modalitas
     2. Tujuan Khusus
a.    Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Terapi Modalitas
b.    Mahasiswa mampu memahami tujuan Terapi Modalitas
c.    Mahasiswa mampu mengimplementasikan jenis Terapi Modalitas



 



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Terapi Modalitas
              Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam memberikan askep baik di institusi maupun di masyarakat yg bermanfaat dan berdampak terapeutik.
B. Tujuan Terapi Modalitas
1.    menimbulkan kesadaran terhadap salah satu perilaku klien
2.    mengurangi gejala gangguan jiwa
3.    memperlambat kemunduran
4.    membantu adaptasi terhadap situasi sekarang
5.    membantu keluarga dan orang-orang yang berarti
6.    mempengaruhi keterampilan merawat diri sendiri
7.    meningkatkan aktivitas
8.    meningkatkan kemandirian
(Gostetamy, 1973).
C. Jenis Terapi Modalitas
1.    Terapi Lingkungan
     a. Pengertian
          Milieu Therapy, berasal dari bahasa Perancis yang berarti perencanaan ilmiah dari lingkungan untuk tujuan yang bersifat terapeutik atau mendukung kesembuhan.
          Pengertian lainnya adalah tindakan penyembuhan pasien melalui manipulasi dan modifikasi unsur-unsur yang ada pada lingkungan dan berpengaruh positif terhadap fisik dan psikis individu serta mendukung proses penyembuhan.
            Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.
Dalam terapi lingkungan perawat harus memberikan kesempatan, dukungan, pengertian agar klien dapat berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Klien juga dipaparkan pada peraturan-peraturan yang harus ditaati, harapan lingkungan, tekanan peer, dan belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Perawat juga mendorong komunikasi dan pembuatan keputusan, meningkatkan harga diri, belajar keterampilan dan perilaku yang baru.
Bahwa lingkungan rumah sakit adalah lingkungan sementara di mana klien akan kembali ke rumah, maka tujuan dari terapi lingkungan ini adalah memampukan klien dapat hidup di luar lembaga yang diciptakan melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk beralih dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan rumah tinggalnya.
          b. Tujuan
          Membantu Individu untuk mengembangkan rasa harga diri, mengembangkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, membantu belajar mempercayai orang lain, dan mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat.
Menurut Stuart dan Sundeen:
1.    Meningkatkan pengalaman positif pasien khususnya yang mengalami gangguan mental, dengan cara membantu individu dalam mengembangkan harga diri.
2.    Meningkatkan kemampuan untuk berhubungan denagan orang lain
3.    Menumbuhkan sikap percaya pada orang lain
4.    Mempersiapkan diri kembali ke masyarakat, dan
5.    Mencapai perubahan yang positif
          c. Karakteristik
          Lingkungan harus bersifat terapeutik yaitu: mendorong terjadi proses penyembuhan, lingkungan tersebut harus memiliki karakteristik sbb:
1. Pasien merasa akrab dengan lingkungan yang diharapkannya.
2. Pasien merasa senang /nyaman.dan tidak merawsa takut dengan lingkungannya.
3. Kebutuhan-kebutuhan fisik pasien mudah dipenuhi
4. Lingkungan rumah sakit/ bangsal yang bersih
5. Lingkungan menciptakan rasa aman dari terjadinya luka akibat impuls-impuls pasien.
6. Personal dari lingkungan rumah sakit/bangsal menghargai pasien sebagai individu yang memiliki hak, kebutuhan dan pendapat serta menerima perilaku pasien sebagai respon adanya stress.
7. Lingkungan yang dapat mengurangi pembatasan-pembatasan atau larangan dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan pilihannya dan membentuk perilaku yang baru.
Disamping hal tersebut terapi lingkungan harus memiliki karakteristik:
1.    Memudahkan perhatian terhadap apa yang terjadi pada individu dan kelompok selama 24 jam.
2.    Adanya proses pertukaran informasi.
3.    Pasien merasakan keakraban dengan lingkungan.
4.    Pasien merasa senang, nyaman, aman, dan tidak meraswa takut baik dari ancaman psikologis    maupun ancaman fisik.
5.    Penekanan pada sosialisasi dan interaksi kelompok dengan focus komunikasi terapeutik.
6.    Staf membagi tanggung jawab bersama pasien.
7.    Personal dari lingkungan manghargai klien sebagai individu yang memiliki hak, kebutuhan,  dan tanggung jawab.
8.    Kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi.
          d. Jenis-jenis lingkungan
1.    Lingkungan Fisik
Aspek terapi lingkungan meliputi semua gambaran yang konkrit yang merupakan bagian eksternal kehidupan rumah sakit. Setting nya meliputi:
a.    Bentuk dan struktur bangunan.
b.    Pola interaksi antara masyarakat dengan rumah sakit.
Tiga aspek yang mempengaruhi terwujudnya lingkungan fisik terapeutik:
a.    Lingkungan fisik yang tetap.
b.    Lingkungan fisik semi tetap.
c.    Lingkungan fisik tidak tetap.
2. Lingkungan Fisik Tetap
                   Mencakup struktur dari bentuk bangunan baik eksternal maupun internal. Bagian eksternal meliputi struktur luar rumah sakit, yaitu lokasi dan letak gedung sesuai dengan program pelayanan kesehatan jiwa, salah satunya kesehatan jiwa masyarakat. Berada di tengah-tengah pemukiman penduduk atau masyarakat sekitarnya serta tidak diberi pagar tinggi. Hal ini secara psikologis diharapkan dapat membantu memelihara hubungan terapeutik pasien dengan masyarakat. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk tetap mengakui keberadaan pasien serta menghindari kesan terisolasi.
                   Bagian internal gedung meliputi penataan struktur sesuai keadaan rumah tinggal yang dilengkapi ruang tamu, ruang tidur, kamar mandi tertutup, WC, dan ryang makan. Masing-masing ruangan tersebut diberi nama dengan tujuan untuk memberikan stimulasi pada pasien khususnya yang mengalami gangguan mental, merangsang memori dan mencegah disorientasi ruangan.
                   Setiap ruangan harus dilengkapi dengan jadwal kegiatan harian, jadwal terapi aktivitas kelompok, jadwal kunjungan keluarga, dan jadwal kegiatan khusus misalnya rapat ruangan.
3. Lingkungan Fisik Semi Tetap
                   Fasilitas-fasilitas berupa alat kerumahtanggaan meliputi lemari, kursi, meja, peralatan dapur, peralatan makan, mandi, dsb. Semua perlengkapan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan pasien bebas berhubungan satu dengan yang lainnya serta menjaga privasi pasien.
4. Lingkungan Fisik Tidak Tetap
                   Lebih ditekankan pada jarak hubungan interpersonal individu serta sangat dipengaruhi oleh social budaya.
5. Lingkungan Psikososial
                   Lingkungan yang kondusif yaitu fleksibel dan dinamis yang memungkinkan pasien berhubungan dengan orang lain dan dapat mengambil keputusan serta toleransi terhadap tekanan eksternal.
a.    Komunikasi terapeutik, sikap bersahabat dan perasaan empati.
b.    Observasi pasien tiap 15 menit.
c.    Jelaskan tujuan pengikatan/pengekangan secara berulang-ulang.
d.   Penuhi kebutuhan fisik pasien.
e.    Libatkan keluarga.
Beberapa prinsip yang perlu diyakini petugas kesehatan dalam berinteraksi dengan pasien:
1.    Tingkah laku dikomunikasikan dengan jelas untuk mempertahankan, mengubah tingkah laku pasien.
2.    Penerimaan dan pemeliharaan tingkah laku pasien tergantung dari tingkah laku partisipasi petugas kesehatan dan keterlibatan pasien dalam kegiatan belajar.
3.    Perubahan tingkah laku pasien tergantung pada perasaan pasien sebagai anggota kelompok dan pasien dapat mengikuti atau mengisi kegiatan.
4.    Kegiatan sehari-hari mendorong interaksi antara pasien.
5.    Mempertahankan kontak dengan lingkungan misalnya adanya kalender harian dan adanya papan nama dan tanda pengenal bagi petugas kesehatan.
          e. Peran Perawat dalam Terapi Lingkungan
              1. Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman
a.    Perawat menciptakan dan mempertahankan iklim/suasana yang akrab, menyenangkan, saling menghargai di antara sesame perawat, petugas kesehatan, dan pasien.
b.    Perawat yang menciptakan suasana yang aman dari benda-benda atau keadaan-keadaan yang menimbulkan terjadinya kecelakaan/luka terhadap pasien atau perawat.
c.    Menciptakan suasana yang nyaman.
d.   Pasien diminta berpartisipasi melakukan kegiatan bagi dirinya sendiri dan orang lain seperti yang biasa dilakukan di rumahnya. Misalnya membereskan kamar.
              2. Penyelenggara proses sosialisasi
a.    Membantu pasien belajar berinteraksi dengan orang lain, mempercayai orang lain, sehingga meningkatkan harga diri dan berguna bagi orang lain.
b.    Mendorong pasien untuk berkomunikasi tentang ide-ide, perasaan dan perilakunya secara terbuka sesuai dengan aturan di dalam kegiatan-kegiatan tertentu.
c.    Melalui sosialisasi pasien belajar tentang kegiatan-kegiatan atau kemampuan yang baru, dan dapat dilakukannya sesuai dengan kemampuan dan minatnya pada waktu yang luang.
              3. Sebagai teknis perawatan
              Fungsi perawat adalah memberikan/memenuhi kebutuhan dari pasien, memberikan obat-obatan yang telah ditetapkan, mengamati efek obat dan perilaku-perilaku yang menonjol/menyimpang serta mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dalam terapi tersebut.
              4. Sebagai leader atau pengelola.
              Perawat harus mampu mengelola sehingga tercipta lingkungan terapeutik yang mendukung penyembuhan dan memberikan dampak baik secara fisik maupun secara psikologis kepada pasien.
          f. Jenis-jenis Kegiatan Terapi Lingkungan
a.    Terapi rekreasi
yaitu terapi yang menggunakan kegiatan pada waktu luang, dengan tujuan pasien dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan menyenangkan serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial.
              b. Terapi kreasi seni
Perawat dalam terapi ini dapat sebagai leader atau bekerja sama denagn orang lain yang ahli dalam bidangnya karena harus sesuai dengan bakat dan minat.
              c. Dance therapy/ menari
               d. Terapi musik
e. Terapi dengan menggambar/melukis Dengan menggambar akan menurunkan ketegangan dan memusatkan pikiran yang ada.
f. Literatur/ biblio therapy
     Terapi dengan kegiatan membaca seperti novel, majalah, buku-buku dan kemudian mendiskusikannya. Tujuannya adalah untuk mengembangkan wawasan diri dan bagaimana mengekspresikan perasaan/pikiran dan perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang ada.
g. Pettherapy
     Terapi ini bertujuan untuk menstimulasi respon pasien yang tidak mampu mengadakan hubungan interaksi dengan orang-orang dan pasien biasanya merasa kesepian, menyendiri.
h. Planttherapy
     Terapi ini bertujuan untuk mengajar pasien untuk memelihara segala sesuatu/mahluk hidup, dan membantu hubungan yang akrab antara satu pribadi kepada pribadi lainnya.

     2. Terapi Keluarga
          a. Pengertian
          Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern & Pinsof, 1986).
          Terapi keluarga merupakan pendekatan terapeutik yang melihat masalah individu dalam konteks lingkungan khususnya keluarga dan menitik beratkan pada proses interpersonal. Tetapi keluarga merupakan intervensi spesifik dengan tujuan membina komunikasi secara terbuka dan teraksi keluarga secara sehat.
          b. Tujuan
1.    Menurunkan konflik kecemasan keluarga
2.    Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan masing-masing anggota keluarga.
3.    Meningkatkan kemampuan penanganan terhadap krisis.
4.    Mengembangkan hubungan peran yang sesuai
5.    Membantu keluarga menghadapi tekanan dari dalam maupun dari luar anggota keluarga.
6.    Meningkatkan kesehatan jiwa keluarga sesuai dengan tingkat perkembangan anggota keluarga.
          c. Perkembangan
          Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang Antropologis bernama Gregory Bateson yang meneliti tentang pola komunikasi pada keluarga pasien skizofrenia di Palo Alto, California.
          Pada pertengahan 1970-an, masyarakat prefesional mulai menganggap serius perspektif dan terapi keluarga. Sejalan dengan itu, buku-buku dan artikel-artikle bermunculan, begitu juga program pelatihan terapi keluarga (Gale dan Long, 1996)
          Munculnya buku-buku semipopuler sejak tahun 1968 hingga 1992 memberikan pandangan dan proses yang melekat pada kehidupan perkawinan dan pasangan yang senantiasa berubah.
          Perkembangan dari fokus pada individu, psikodinamik berdasarkan psikoterapi ke fokus pada keluarga sebagai unit dari terapi, dikemukakan of Jones sebagai " Sceentific Revoketion ".
          Penggunaan terapi keluarga ini yaitu untuk mengerti perilaku manusia, khususnya disfungsi manusia. Berikut ini adalah asumsi yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan pendekatan –pendekatan dalam praktek perawatan kesehatan.
          Keluarga merupakan unti sosial dasar dalam fungsi manusia.
Keluarga adalah fenomena sosial yang multikultural dan multidimensi.
Keluarga mempengaruhi seluruhnya sistem sosial baik pada perkembangan maupun kelangsungan perilaku seseorang.
          Sebagai satu sistem sosial dasar keluarga mempunyai fungsi utama untuk mentransfer nilai budaya dan tradisi melalui generasinya. Perkembangan dan peningkatan sistem keluarga melalui organisasi yang kompleks berlangsung melalui tahap –tahap perkembangan. Individu juga berkembang melalui tahap –tahap perkembangan dan perjalanan ini umumnya terjadi dalam konteks keluarga.
          Keluarga mengalami transisi dalam periste\iwa perkembangan seperti : melahirkan, meninggal, dan menikah. Kejadian ini menimbulkan perubahan pada anggota dan komposisi dari sistem keluarga. Keluarga memproses dan mengembangkan kekuatan dan sumber internal. Diantara sumber –sumber tersebut adalah kemampuan untuk beradaptasi dan berubah dalam respon terhadap kebutuhan internal dan eksternal.
          Perubahan dalam struktur dan proses keluarga menunjukkan perubahan dalam seluruh anggota keluarganya. Perubahan dalam perilaku dan fungsi individu sebagai anggota keluarga berpengaruh terhadap sistem keluarga dan seluruh anggota keluarga lainnya. Keluarga sebagai sistem adalah lebih dari sejumlah fungsi dari tiap –tiap individu dari anggotanya. Perubahan dalam struktur dan fungsi keluarga dapat difasilitasi melalui terapi keluarga.
          d. Kerangka teoritis
Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern & Pinsof, 1986).
Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada terapi individual mempunyai konsekuensi dan konteks sosial. Contohnya, klien yang menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual, bisa terganggu lagi setelah kembali pada keluarganya.
Terapi keluarga didasarkan pada teori system (Van Bertalanffy, 1968) yang terdiri dari 3 prinsip :
Pertama, adalah kausalitas sirkular, artinya peristiwa berhubungan dan saling bergantung bukan ditentukan dalam sebab satu arah–efek perhubungan.
Kedua, ekologi, mengatakan bahwa system hanya dapat dimengerti sebagai pola integrasi, tidak sebagai kumpulan dari bagian komponen. Dalam system keluarga, perubahan perilaku salah satu anggota akan mempengaruhi yang lain.
Ketiga, adalah subjektivitas yang artinya tidak ada pandangan yang objektif terhadap suatu masalah, tiap anggota keluarga mempunyai persepsi sendiri dari masalah keluarga.
          Ketika masalah muncul, terapi akan berusaha untuk mengidentifikasi masalah keluarga atau komunikasi keluarga yang salah, untuk mendorong semua anggota keluarga mengintrospeksi diri menyangkut masalah yang muncul. Tujuan umum terapi keluarga adalah meningkatkan komunikasi karena keluarga bermasalah sering percaya pada pemahaman tentang arti penting dari komunikasi (Patterson, 1982).
Terapis keluarga biasa dibutuhkan ketika :
1. Krisis keluarga yang mempengaruhi seluruh anggota keluarga.
2. Ketidak harmonisan seksual atau perkawinan
3. Konflik keluarga dalam hal norma atau keturunan

Beberapa teori yang mendasari terapi keluarga adalah :
Psychodynamik Family Therapy.
Safir mengatakan bahwa ada hubungan antara psikopatologi individual dengan dinamika keluarga.
Contoh :seseorang yang mempunyai harga diri rendah akan menampilkan suatu " False Self" yang ditampilkan pada saat yang sama diajuga takut kecewa dan sulit mempercayai orang lain termasuk pasangan hidupnya. Hal ini menyebabkan kesulitan yang serius dalam perkawinannya.
          Tujuan dari terapi keluarga yang berorientasi psikodinamika yaitu untuk menolong anggota keluarga mencapai suatu pengertian tentang dirinya dan caranya beraksi satu sama lain di dalam keluarga.
          Di sini anggota keluarga didorong kearah asosiasi bebas dengan membiarkan pikiran mereka berjalan bebas tanpa sensor alam sadar dan memverbalisasilan pikirannya. Terapist hendaknya dab tudak secara aktif melakukan intervensi juga hindari memberi saran dan memanipulasi keluarga.

Behavioural Family Therapy
Terapi perilaku dalam keluarga diawali dengan mempelajari pola perilaku keluarganya untuk menentukan keadaan yang menimbulkan masalah perilaku itu.
Berdasarkan analisis ini, terapist membuat rencana untuk merubah keadaan tersebut dengan cara intervensi langsung dalam keluarga.
Tujuan utamanya adalah meningkatkan perilaku yang positif yang diinginkan dan menghilangkan perilaku negatif. Hal ini dilakukan dengan mengatur keluarga sehingga perilaku yang diinginkan diperkuat dengan memberi " Reward ".

Group Therapy Approaches
Terapi kelompok dapat diterapkan didalam keluarga.
Tujuannya adalah menolong anggota keluarga mendapatkan insight melalui proses interaksi didalam kelompok. Peranan terapist adalah sebagai fasilitator dan kadang – kadang menginter pretasi apa yang terjadi pada anggota kelompok.

Terapi keluarga menggunakan teori komunikasi proses komunikasi yang terjadi didalam keluarga dapat dijelaskan sebagai berikut :
Komunikasi dan kognisi
Terapist dari kelompok ini menaruh perhatian untuk menolong keluarga dan menjelaskan arti komunikasi yang terjadi diantara mereka. Terapist menyuruh anggota keluarga meneliti apa yang dimaksud oleh anggota keluarga yang lain saat menyatakan sesuatu.
Terapist juga memperhatikan punktuasi dari proses komunikasi yang terjadi pada keluarga dengan tujuan memperjelas kesalah pengertian, juga diperhatikan bahwa non verbal yang digunakan.

Komunikasi dan kekuatan
Haley mengatakan bahwa bila seseorang mengkomunikasikan pesan pada orang lain berati dia sedang membuat siasat untuk menentukan hubungan.
Contoh : orang tua bertanggung jawab terhadap anak – anak dan dia punya hak untuk membatasi perilaku anak jika anak sudah besar, dia punya hak sendiri untuk mengambil keputusan. Cara ini sering ditemukan pada terapi struktural dimana tujuan proses, terapi untuk merubah posisi dari batasan diatara sub sistem yang berbeda dalam keluarga.

Komunikasi dan Perasaan.
Virginia safir adalah orang yang banyak memberi penekanan komunikasi dari perasaan.
Dikatakan bahwa pasangan perkawinan yang mempunyai kebutuhan emosional diharapkan ditentukan dalam perkawinan jika kita menemukan kebutuhan emosional hari setiap orang maka komunikasi perasaan ini sangat penting artinya : Tujuan dari terapi adalah memperbaiki bila terdapat ketidakpuasan.

Structural Family Therapy.
Dikembangkan oleh Salvador Minuchin.
Perlu dinilai 6 aspek dari fungsi keluarga.
Struktur keluarga yang terdiri dari susunan yang mengatur transaksi diatara anggota keluarga.
Fleksibilitas dari fungsi keluarga dan kemampuannya untuk berubah.
" The Family Resonance " pada anggota keluarga dapat saling terikat atau saling merenggang.
Konteks kehidupan keluarga ini merupakan supra sistem yang teridiri dari keluarga besar, tetangga lingkungan kerja, lingkungan sekolah dari anggota keluarga supra sistem bisa merupakan sumber stress atau sumber supprot dari lingkungan.bisa merupakan.

Tingkatan perkembangan keluarga
Cara keluarga memperlakukan gejala – gejala yang terdapat pada anggota keluarga yang sakit.
Terapist memulai terapi dengan cara bergabung dengan keluarga dan berpartisipasi dalam transaksi, sehingga terapist dapat mengobservasi aspek tertentu dari fungsi keluarga dan struktur keluarga tersebut. Kemudian tentukan seberapa jauh gejala dari pasien atau masalah keluarga berkaitan dengan fungsi keluarga (struktur keluarga). Jika berkaitan maka intervensi merubah struktur diperlukan.

          e. Indikasi
                      Terapi keluarga akan sangat bermanfaat jika digunakan pada kasus yang tepat.
Indikasi terapi keluarga menurut walrond skinner adalah :
Gejala yang timbul merupakan ekspresi disfungsi dari sistem keluarga.
Gejala yang timbul lebih menyebabkan beberapa perubahan dalam hubungan anggota keluargannya dapat merupakan masalah secara individual.
Kesulitan berpisah.
Terapi keluarga yang berorientasi psikomaktika menyatakan bahwa terapi keluarga akan berguna pada keluarga – keluarga dapat fungsi yang didasari oleh paranoid Skizoid, hubungan yang " part object " kurangnya " ego goundaries " dan terlalu banyakmemamakai denial projeksi. a " Saverely Disorganized Family " dan keadaan sosial ekonomi yang sangat buruk.

          f. Teknis
                      Terapi keluarga dilakukan dengan menggunakan tehnik berikut :
Terapi Keluarga Berstruktur.
Terapi keluarnya berstruktur adalah suatu kerangka teori tehnik pendekatan individu dalam konteks sosialnya.
Tujuan adalah mengubah organisasi keluarga.
Terapi keluarga berstruktur memepergunakan proses balik antara lingkungan dan orang yang terlibat perubahan– perubahan yang ditimbulkan oleh seseorang terhadap sekitarnya dan cara–cara dimana umpan balik terhadap perubahan perubahan tadi mempengaruhi tindakan selanjutnya. Terapi keluarga mempergunakan tehnik – tehnik dan mengubah konteks orang–orang terdekat sedemikian rupa sehingga posisi mereka berubah dengan mengubah hubungan antara seseorang dengan konteks yang akrab tempat dia berfungsi, kita mengubah pengalaman subyektifnya.

Terapi Individu / Perorangan
Melihat individu sebagai suatu tempat yang patologis dan mengumpulkan data yang di peroleh dari atau tentang individu tadi.
Pada terapi perorangan dilakukan pengungkapan pikiran dan perasaan tentang kehidupannya sekarang, dan orang – orang didalamnya. Riwayatnya perkembangan konfliknya dengan orang tua dan saudara – saudaranya.
Bila akan dirujuk ke dalam terapi keluarga maka terapist akan mengekporasi interaksi individu dalam konteks hidup yang berarti.
Dalam wawancara keluarga terapist mengamati hubungan individu dengan anggota keluarga lainnya dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga.

          h. Karakteristik
1.    Mempertahankan keseimbangan, fleksibel & adaptif perubahan tahap transisi dalam hidup.
2.    Problem emosi merupakan bagian dari fungsi tiap individu
3.    Kontak emosi dipertahankan oleh tiap generasi & antar keluarga
4.    Hubungan antar keluarga yang erat & hindari menjauhi masalah
5.    Perbedaan antar anggota keluarga mendorong untuk meningkatkan pertumbuhan & kreativitas individu.
6.    Orang tua & anak hubungan terbuka.
          i. Peran Perawat
1.    mendidik kembali dan mengorientasikan kembali seluruh anggota keluarga
2.    memberikan dukungan kepada klien serta sistem yang mendukung klien untuk mencapai tujuan dan usaha untuk berubah
3.    mengkoordinasi dan mengintegrasikan sumber pelayanan kesehatan.
4.    memberi penyuluhan, perawatan di rumah, psiko edukasi, dll.
Aktifitas :
1.    Komponen dikdaktik : memberikan informasi & pendkes tentang gangguan jiwa, sistem keswa & yankep.
2.    Komponen ketrampilan : latihan komunikasi, asertif, menyelesaikan konflik, mengatasi perilaku & stress
3.    Komponen emosi : memberikan kesempatan untuk memvalidasi perasaan & bertukar pengalaman
4.    Komponen proses keluarga fokus pada koping keluarga & gejala sisa terhadap keluarga.
5.    Komponen sosial : meningkatkan penggunaan dukungan jaringan formal/informal untuk klien & keluarga
                 Selain Peran perawat yang perlu diperhatikan juga adalah bagaimana perawat membantu serta mendorong keluarga untuk terlibat dalam mencegah klien kambuh.
     3. Terapi Okupasi
          a. Pengertian
          Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
    
          b. Fungsi dan Tujuan
              Adapun tujuan terapi okupasi menurut Riyadi dan Purwanto (2009), adalah:
              1. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental:
a.    Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat sekitarnya.
b.    Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.
c.    Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya.
d.   Membantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan diagnosa dan terapi.
2. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan gerak, sendi, otot dan koordinasi gerakan.
3. Mengajarkan ADL seperti makan, berpakaian, BAK, BAB dan sebagainya.
4. Membantu klien menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah.
5. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki.
6. Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk mengetahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat, minat dan potensinya.
7. Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah klien kembali di lingkungan masyarakat.


          c. Peranan aktivitas dalam terapi okupasi
          Muhaj (2009), mengungkapkan aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi, sangat dipengaruhi oleh konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapi sendiri (pengetahuan, keterampilan, minat dan kreativitasnya).
1.    Jenis
         Jenis kegiatan yang dapat dilakukan meliputi: latihan gerak badan, olahraga, permainan tangan, kesehatan, kebersihan, dan kerapian pribadi, pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti dengan mengajarkan merapikan tempat tidur, menyapu dan mengepel), praktik pre-vokasional, seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain), rekreasi (tamasya, nonton bioskop atau drama), diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar, majalah, televisi, radio atau keadaan lingkungan) (Muhaj, 2009).
             
              2. Aktivitas
              Aktivitas adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang, sekaligus sebagai sumber kepuasan emosional maupun fisik. Oleh karena itu setiap aktivitas yang digunakan harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas. Jadi, bukan hanya sekedar menyibukkan klien.
b. Mempunyai arti tertentu bagi klien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya dengan klien.
c. Klien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa kegunaanya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
d. Harus dapat melibatkan klien secara aktif walaupun minimal.
e. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi klien, bahkan harus dapat meningkatkan atau setidaknya memelihara kondisinya.
f. Harus dapat memberi dorongan agar klien mau berlatih lebih giat sehingga dapat mandiri.
g. Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
h. Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan kemampuan klien.
          d. Katakteristik
            Riyadi dan Purwanto, (2009), mengemukakan bahwa karateristik dari aktivitas terapi okupasi, yaitu: mempunyai tujuan jelas, mempunyai arti tertentu bagi klien, harus mampu melibatkan klien walaupun minimal, dapat mencegah bertambah buruknya kondisi, dapat memberi dorongan hidup, dapat dimodifikasi, dan dapat disesuaikan dengan minat klien.

          e. Analisa Aktivitas
          Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa analisa dari kegiatan terapi okupasi, meliputi: jenis kegiatan yang dilakukan seperti latihan gerak badan atau pekerjaan sehari-hari, maksud dan tujuan dari kegiatan dilakukan dan manfaatnya bagi klien, sarana atau alat atau aktivitas dilakukan disesuaikan dengan jenis kegiatan yang dilakukan, persiapan terhadap sarana pendukung dan klien maupun perawat, pelaksanaan dari kegiatan yang telah direncanakan, kontra indikasi dan disukai klien atau tidak disukai yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh klien.

          f. Tindakan Terapi
              Adapun proses dari terapi okupasi, sebagai berikut:
1.    Pengumpulan data, meliputi data tentang identitas klien, gejala, diagnosis, perilaku dan kepribadian klien. Misalnya klien mudah sedih, putus asa, marah.
2.    Analisa data dan identifikasi masalah dari data yang telah dikaji ditegakkan diagnosa sementara tentang masalah klien maupun keluarga.
3.    Penentuan tujuan dan sasaran dari diagnosa yang ditegakkan dapat dibuat sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.
4.    Penentuan aktivitas jenis kegiatan yang ditentukan harus disesuaikan dengan tujuan terapi.
5.    Evaluasi kemampuan klien, inisiatif, tanggungjawab, kerjasama, emosi dan tingkah laku selama aktivitas berlangsung. Dari hasil evaluasi rencanakan kembali kegiatan yang sesuai dan akan dilakukan. Evaluasi dilakukan secara periodik, misalnya 1 minggu sekali dan setiap selesai melaksanakan kegiatan.



          g. Pelaksanaan Terapi
          Terapi okupasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung dari kondisi klien dan tujuan terapi.
1. Metode
a. Individual: dilakukan untuk klien baru masuk, klien yang belum mampu berinteraksi dengan kelompok dan klien lain yang sedang menjalani persiapan aktivitas.
b. Kelompok: klien dengan masalah sama, klien yang lama dan yang memiliki tujuan kegiatan yang sama. Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang (Keliat dan Akemat, 2005). Jumlah anggota kelompok kecil menurut Stuart dan Laraia (2001, dalam Keliat dan Akemat, 2005) adalah 7-10 orang, Rawlins, Williams, dan Beck (1993, dalam Keliat dan Akemat, 2005) menyatakan jumlah anggota kelompok adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi. Johnson (dalam Yosep, 2009) menyatakan terapi kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8 anggota karena interaksi dan reaksi interpersonal yang terbaik terjadi pada kelompok dengan jumlah sebanyak itu. Apabila keanggotaanya lebih dari 10, maka akan terlalu banyak tekanan yang dirasakan oleh anggota sehingga anggota merasa lebih terekspos, lebih cemas, dan seringkali bertingkah laku irrasional.

              2. Waktu
              Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual maupun kelompok dengan frekuensi kegiatan per sesi 2-3 kali dalam seminggu. Setiap kegiatan dibagi menjadi 2 bagian, pertama: ½-1 jam yang terdiri dari tahap persiapan dan tahap orientasi, kedua: 1-1/2 jam yang terdiri dari tahap kerja dan tahap terminasi (Riyadi dan Purwanto, 2009).





     4. Psikoterapi Suportif
          a. Pengertian
          Psikoterapi adalah cara pengobatan dengan ilmu kedokteran terhadap gangguan mental emosional dengan mengubah pola pikiran, perasaan, dan perilaku agar terjadi keseimbangan dalam diri individu tersebut.
Dalam psikoterapi sangat diperlukan hubungan yang baik antara dokter dan pasien.

          b. Tujuan
1. Menguatkan daya tahan mental yang telah dimilikinya
2. Mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru dan yang lebih baik untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri
3. Meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan

          c. Jenis Terapi
              1. Ventilasi
         Psikoterapi ventilasi adalah bentuk psikoterapi yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada pasien untuk mengemukakan isi hatinya dan sebagai hasilnya ia akan merasa lega serta keluhannya akan berkurang.
a. Sikap terapis: menjadi pendengar yang baik dan penuh pengertian
b. Topik pembicaraan: permasalahan yang menjadi stres yang utama

              2. Persuasi
         Persuasi adalah psikoterapi suportif yang dilakukan dengan menerangkan secara masuk akal tentang gejala-gejala penyakitnya yang timbul akibat cara berpikir, perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang dihadapinya.
a. Sikap terapis:
1. Terapis berusaha membangun, mengubah, dan menguatkan impuls tertentu serta membebaskannya dari impuls yang mengganggu secara masuk akal dan sesuai hati nurani
2. Berusaha meyakinkan pasien dengan alasan yang masuk akal bahwa gejalanya akan hilang
b. Topik pembicaraan: ide dan kebiasaan pasien yang mengarah pada terjadinya gejala.

              3. Psikoterapi reassurance
     Psikoterapi reassurance adalah psikoterapi yang berusaha meyakinkan kembali kemampuan pasien bahwa ia sanggup mengatasi masalah yang dihadapinya.
a. Sikap terapis: meyakinkan secara tegas dengan menunjukkan hasil-hasil yang telah dicapai pasien.
b. Topik pembicaraan: pengalaman pasien yang berhasil nyata

               4. Psikoterapi sugestif
         Psikoterapi sugestif adalah psikoterapi yang berusaha menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gejala-gejala gangguannya akan hilang.
a. Sikap terapis: meyakinkan dengan tegas bahwa gejala pasien pasti hilang
b. Topik pembicaraan: gejala-gejala bukan karena kerusakan organik/fisik dan timbulnya gejala-gejala tersebut adalah tidak logis

5. Bimbingan
         Bimbingan adalah psikoterapi yang memberi nasihat dengan penuh wibawa dan pengertian
a. Sikap terapis: menyampaikan nasihat dengan penuh wibawa dan pengertian
b. Topik pembicaraan: cara hubungan antar manusia, cara berkomunikasi, dan cara bekerja dan belajar yang baik

6. Penyuluhan
     Penyuluhan atau konseling adalah psikoterapi yang membantu pasien mengerti dirinya sendiri secara lebih baik, agar ia dapat mengatasi permasalahannya dan dapat menyesuaikan diri.
                   a. Sikap terapis: menyampaikan secara halus dan penuh kearifan.
                   b. Topik pembicaraan: masalah pendidikan, pekerjaan, pernikahan, dan pribadi




DAFTAR PUSTAKA
KeperawatanNers. 2013. Terapi Lingkungan. http://keperawatanners.wordpress.com
(Posted on Januari 31, 2013)
Chaplin, JP. 1968. Dictionary of Psychology (Kamus Lengkap Psikologi). M: 355. Terjemahan oleh Dr. Kartini Kartono. 1981. Jakarta : Raja Grafindo

Sundberg, D, Winebarger, A, Taplin, J. 2007. Psikologi Klinis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Wiramihardja, S.A. 2004. Pengantar Psikologi Klinis (Edisi Revisi). Bandung : Refika Aditama

Friedman, Marlyn M. 1998. Praktik Keperawatan Keluarga: Teori, Pengkajian, Diagnosa, dan Intervensi. Toronto: Appleton&Lange.
Hershenson, David B.; Power, Paul W.; & Waldo, Michael. 1996. Community Counseling, Contemporer Theory and Practice.
Massachusetts, A Simon & Scuster Company. Imbercoopersmith, Evan. 1985. Teaching Trainee To Think In Triad. Journal of Marital and Family Therapy, Vol.11, No.1,61-66.
Kendall, Philip C. & Norton-Ford, Julian. Professional Dimension Scientific and Professional Dimension. USA, John Willey and Sons, Inc.
Perez, Joseph F. 1979. Family Counseling : Theory and Practice. New York, Van Nostrand, Co.
Yosef, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Cortinash, KM and Holeday Worret, P.A. Psychyatric Nursing care Plan, St. Louis ; Mosby year Book, 1991.
Mc Farland, Gertrude K. and Themas M.D, Psychiatric Mental Health Nursing, St. Louis : The CV. Mosby Co. 1987.
Made Winarta. 2012. Terapi Okupasi. available from: http://wirnursing.blogspot.com/2012/03/terapi-okupasi.html
            (dipostkan oleh Madw Winarta pada Senin, 19 Maret 2012)
Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok. Jakarta: EGC.
Muhaj, K. 2009. Terapi Okupasi dan Rehabilitasi. Available: http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/terapi-okupasi-dan-rehabilitasi.html.
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar