Sabtu, 20 Juli 2013

Pro dan Kontra terhadap Euthanasia



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Euthanasia masih  hangat  diperbincangkan sampai saat ini. Mulai dari sudut pandang etik sampai sudut pandang berbagai agama di Indonesia. Euthanasia menurut sebagian besar orang masih dianggap tabu dan menyalahi aturan atau etik yang ada. Di lihat dari sudut pandang agama pun Euthanasia memang masih diperdebatkan oleh para pemuka agama di Indonesia. Para pemuka agama ini biasanya memperdebatkan tentang hukum–hukum agama yang berlaku.
Faktor–faktor  Euthanasia sendiri sebenarnya ada bermacam–macam. Faktor yang pertama adalah Faktor kemanusiaan. Maksudnya adalah Euthanasia tersebut dilakukan oleh seorang dokter karena merasa kasihan terhadap penderitaan pasiennya yang berkepanjangan yang secara medis sulit  untuk disembuhkan. Di sini dokter tersebut memutuskan sendiri tindakan yang akan dilakukannya menurut pertimbangan kesehatan pasien. Sedangkan faktor yang kedua adalah Faktor Ekonomi. Maksud dari faktor ini adalah Euthanasia dilakukan karena faktor ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan apabila pasien terlalu lama dirawat dirumah sakit. Jadi pada kasus ini keluarga pasien memang sudah tidak mampu menanggung biaya rumah sakit karena pasien sudah terlalu lama dalam masa komanya. Pada kondisi ini pihak keluargalah yang meminta agar alat – alat penyokong kehidupan pasien dicabut.
Euthanasia sebenarnya memang merupakan kasus kontroversial yang masih banyak diperdebatkan oleh berbagai kalangan. Jika dilihat dari dua kategori Euthanasia yang sudah dijabarkan diatas kita sebagai manusia tentu dapat merasakan bahwa Euthanasia kategori Euthanasia aktif pasti terdengar lebih kejam daripada Euthanasia Pasif. Di Euthanasia Aktif ini seorang dokter yang melakukannya bisa dikatakan sebagai pembunuh oleh sebagian besar orang.  Hal tersebut tentu sangat tidak enak di dengar dan dapat menurunkan martabat dokter (Ervina Utami, 2011).

B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami semua hal mengenai Euthanasia.


2.      Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu menjelaskan apa itu Euthanasia beserta macam-macamnya.
b.      Mahasiswa mampu mendeskripsikan pro dan kontra Euthanasia.
c.       Mahasiswa mampu mengimplementasikan peraturan undang-undang bab Euthanasia yang berlaku di Indonesia.





















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian Euthanasia dan Macam-macamnya
Euthanasia berasal dari kata Yunani eu : baik dan thanatos : mati. Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit.
Euthanasia sering disebut mercy killing (mati dengan tenang). Euthanasia bisa muncul dari keinginan pasien sendiri, permintaan dari keluarga dengan persetujuan pasien (bila pasien masih sadar), atau tanpa persetujuan pasien (bila pasien sudah tidak sadar).
Tindakan euthanasia dikategorikan menjadi 2 :
  1. Euthanasia aktif
       Suatu tindakan mempercepat proses kematian, baik dengan memberikan suntikan maupun melepaskan alat-alat pembantu medika, seperti : melepaskan saluran zat asam, melepas alat pemacu jantung dan lain-lain. Yang termasuk tindakan mempercepat proses kematian disini adalah : jika kondisi pasien, berdasarkan ukuran dan pengalaman medis masih menunjukkan adanya harapan hidup. Tanda-tanda kehidupan masih terdapat pada penderita ketika tindakan itu dilakukan.
2.      Euthanasia pasif
       Suatu tindakan membiarkan pasien/penderita yang dalam keadaan tidak sadar (comma), karena berdasarkan pengamalan maupun ukuran medis sudah tidak ada harapan hidup, atau tanda-tanda kehidupan tidak terdapat lagi padanya, mungkin karena salah satu organ pentingnya sudah rusak atau lemah seperti : bocornya pembuluh darah yang menghubungkan ke otak (stroke) akibat tekanan darah terlalu tinggi, tidak berfungsinya jantung.

B.     Euthanasia Menurut KUHP dan Kode Etik Kedokteran
Prinsip umum UU Hukum Pidana (KUHP) yang berkaitan dengan masalah jiwa manusia adalah memberikan perlindungan, sehingga hak untuk hidup secara wajar sebagaimana harkat kemanusiaannya menjadi terjamin.
Di dalam pasal 344 KUHP dinyatakan: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”.
Berdasarkan pasal ini, seorang dokter bisa dituntut oleh penegak hukum, apabila ia melakukan euthanasia, walaupun atas permintaan pasien dan keluarga yang bersangkutan, karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.
Mungkin saja dokter atau keluarga terlepas dari tuntutan pasal 344 ini, tetapi ia tidak bisa melepaskan diri dari tuntutan pasal 388 yang berbunyi : “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun”. Dokter bisa diberhentikan dari jabatannya, karena melanggar kode etik kedokteran. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 434/Men.Kes/SK/X/1983 pasal 10 menyebutkan: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya untuk melindungi ‘hidup’ makhluk insani”.
Menurut etik kedokteran, seorang dokter tidak dibolehkan:
  1. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus)
  2. Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu dan pengalaman tidak akan mungkin sembuh lagi.
Seorang dokter harus mengerahkan segala kepandaiannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup manusia (pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya.
C.    Pro dan Kontra Euthanasia
1.      Pro Euthanasia Aktif
a.         Adanya hak moral bagi setiap orang untuk mati terhormat. Maka seseorang     mempunyai hak memilih cara kematiannya.
b.         Adanya hak ‘privacy’ yang secara legal melekat pada tiap orang. Maka seseorang        berhak sesuai privacy-nya (band. Pro-choice dalam kasus Aborsi).
c.         Euthanasia adalah tindakan belas – kasihan/kemurahan pada si sakit. Maka tidak         bertentangan dengan peri-kemanusiaan. Meringankan penderitaan sesama adalah tindakan kebajikan.
d.        Euthanasia adalah juga tindakan belas kasih pada keluarga. Bukan hanya si sakit yang menderita, tetapi juga keluarganya. Meringankan penderitaan si sakit  berarti meringankan penderitaan keluarga khususnya penderitaan psikologis.
e.         Euthanasia mengurangi beban ekonomi keluarga. Dari pada membuang dana untuk usaha yang mungkin sia-sia, lebih baik uang dipakai untuk keluarga yang masih hidup.
f.          Euthanasia meringankan beban biaya sosial masyarakat, bukan hanya dari segi ekonomi tetapi juga beban sosial misalnya dengan mengurangi biaya perawatan mereka yang cacat secara permanen.
2.      Kontra Euthanasia
a.       Tidak ada alasan moral apapun yang mengijinkan seseorang melakukan ‘pembunuhan’ maupun ‘bunuh diri’. Maka tidak ada hak manusia untuk memilih cara kematiannya.
b.      Hak ‘privacy’ adalah hak yang dinikmati dalam hidup. Hak hidup memang tak terbatas, tetapi hak ‘privacy’ selalu terbatas, bahkan dalam kehidupan yang dijalani sehari-hari. Maka hak privacy tidak relevan digunakan mengklaim hak untuk memilih cara kematian seseorang.
c.       Walaupun euthanasia dapat mengakhiri penderitaan, euthanasia tetaplah suatu pembunuhan.
d.      Penderitaan tidak bisa dijadikan sebagai alat pembenaran praktek euthanasia.
e.       Manusia lebih berharga daripada materi. Maka melakukan euthanasia demi untuk kepentingan penghematan ekonomi tidak dibenarkan secara moral














BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Yang berhak mengakhiri hidup seseorang hanyalah Allah SWT. Oleh karena itu, orang yang mengakhiri hidupnya dengan cara dan alasan yang bertentangan dengan ketentuan agama (tidak bilhaq), seperti euthanasia aktif, adalah perbuatan bunuh diri, yang diharamkan dan diancam Allah dengan hukuman neraka selama-lamanya.
2.      Euthanasia aktif tetap dilarang, baik dilihat dari segi kode etik kedokteran, Undang-Undang Hukum Pidana, lebih-lebih menurut Islam yang menghukumnya dengan haram. Terhadap keluarga yang menyuruh, maupun dokter yang melaksanakan, dipandang sebagai pelaku pembunuhan sengaja. Sedangkan dokter yang melaksanakan euthanasia aktif atas permintaan pasien, dipandang sebagai membantu terlaksananya bunuh diri.
3.      Euthanasia pasif diperbolehkan, yaitu sepanjang kondisi organ utama pasien berupa batang otaknya sudah mengalami kerusakan fatal. Sedangkan kerusakan organ jantung, paru-paru, dan korteks, dalam dunia kedokteran sekarang masih bisa diatasi. Maka tindakan euthanasia terhadap pasien dalam kondisi seperti ini sama dengan pembunuhan.
4.      Praktek euthanasia aktif tidak dapat dibenarkan secara moral. Yang dapat dilakukan adalah menghentikan semua alat artificial yang justru sering menghambat kematian alamiah (salah satu jenis euthanasia pasif). Menghentikan bantuan alamiah bagi si sakit adalah juga tindakan yang immoral.

5.      Alasan-alasan melakukan euthanasia aktif tidak dapat dibenarkan, baik alasan penderitaan maupun alasan ekonomi, sebab manusia adalah makhluk mulia yang harus mampu menahan penderitaan dan lebih penting dari pada materi.




DAFTAR PUSTAKA

Visobar Bankulon. 2008. Euthanasia; Sebuah Dilema Abu-Abu Dunia Kedokteran. http://www.in-christ.net/artikel/misi/euthanasia_sebuah_dilema_abuabu_dunia_kedokteran.

Ervina Utami. 2011. Kontroversi Euthanasia.

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/11/08/kontroversi-euthanasia/

\(Dipostkan oleh Ervina Utami pada 08 November 2011 | 17:32)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar